News & Research

Reader

Seberapa Besarkah Dana yang Anda Butuhkan untuk Pensiun?
Wednesday, November 08, 2023       18:56 WIB

Pada artikel sebelumnya yang berjudul  Berapa Besar Dana Pensiun Yang Dapat Kita Tarik SetiapTahun? , kita telah membahas mengenai jumlah maksimum dana pensiun yang dapat kita tarik setiap tahun dan dana pensiun kita tetap aman sampai saat kitameninggal dunia.
Pada umumnya, asumsi besar penarikan dana pensiun yang aman dilakukan adalah 4% per tahun. Artinya, telah diasumsikan bahwa orang itu akan tetap hidup sampai dengan 25 tahun setelah pensiun (30 tahun jika dianggap bahwa Dana Pensiun diinvestasikan pada tingkat imbal hasil di atas tingkat inflasi). Tentu saja, telah dianggap bahwa orang mengambil pensiun normal pada usia 57 tahun, dan bukan pensiun dipercepat.
Asumsi penarikan dana pensiun sebesar 4% per tahun hanyalah taksiran bahwa dana pensiun akan tetap aman berdasarkan asumsi tertentu saja. Misalnya asumsi bahwa usia harapan hidup penduduk Indonesia saat ini, untuk pria adalah 70 tahun, dan untuk wanita 72 tahun. Tetapi, tidak ada yang tahu kapan sesorang akan meninggal dunia, dan tidak ada yang dapat memaksanya untuk meninggal dunia.
Dengan asumsi bahwa dana pensiun akan tetap tersedia untuk 25 tahun sejak pensiun, maka berarti telah diasumsikan bahwa dana pensiun akan tetap tersedia sampai seseorangberusia 82 tahun. Untuk hampir semua kasus, di Indonesia, asumsi ini dapat diterima.
Sekarang kita akan melihat apakah dana pensiun kita telah cukup tersedia pada waktu kita pensiun, karena kita hanya boleh menarik dana pensiun sebesar maksimal 4% setiap tahun.
Jika 4% dari dana pensiun dirasa terlalu kecil, maka yang harus dilakukan adalah memperbesar dana pensiun itu, bukan memperbesar persentase penarikan dananya (dan meningkatkan resiko bahwa dana pensiun akan habis sebelum pensiunan meninggal dunia).
Pada waktu seseorang pensiun, maka pola pengeluarannya dapat dibagi atas tiga tahap.
Tahap pertama, pada waktu orang mulai pensiun, biasanya ditandai dengan peningkatan pengeluaran yang besar karena naiknya biaya-biaya perjalanan ( travelling ), atau bahkan biaya-biaya untuk relokasi.
Tahap kedua, adalah tahap di mana biaya-biaya hidup pensiunan akan mendatar atau sama besar untuk jangka waktu yang relatif lama.
Dan tahap ketiga atau tahap terakhir adalah tahap di mana pengeluaran naik cukup tinggi terutama akibat membengkaknya biaya-biaya pemeliharaan kesehatan usia tua.
Kembali ke masalah besarnya dana pensiun yang harus tersedia pada waktu seseorang akan pensiun. Umumnya, perencana keuangan akan mengasumsikan bahwa seorang pensiunan hanya akan membelanjakan 80% dari penghasilannya semasa masih aktif bekerja dulu. Ini adalah jumlah tipikal yang kita pelajari dari buku-buku teks perencanaan keuangan ( Financial Planning ).
Asumsinya adalah pada waktu pensiun, orang tidak lagi mengeluarkan biaya untuk perjalanan pergi dan pulang kantor dan biaya-biaya untuk sosialiasi dengan lingkungan kerja.
Tetapi, asumsi ini mengabaikan beberapa hal penting. Misalnya, jika waktu seseorang masih memiliki cicilan kredit rumah (KPR) atau cicilan-cicilan kredit jangka menengah atau jangka panjang lainnya, maka pengeluarannya terlihat sangat besar (dan akan hilang ketika cicilan kredit itu berakhir pada saat ia pensiun).
Biaya cicilan kredit rumah (KPR), misalnya, dapat mencapai 30% atau 40% dari total pengeluaran keluarga, kadang-kadang malah lebih. Kemudian, asumsi pengeluaran sebesar 80% dari penghasilan pada waktu masih aktif bekerja ini mengandaikan pola masyarakat yang hidup seperti keluarga-keluarga di negara-negara Barat.
Asumsi ini mengabaikan pola kehidupan tipikal masyarakat Indonesia, di mana dalam satu keluarga yang dianggap cukup mampu (dibanding saudara-saudaranya yang lain), maka biasanya keluarga itu juga akan diminta untuk menanggung hidup orang tua (ayah atau ibu yang sudah tua), termasuk tentu saja, biaya-biaya perawatan kesehatan mereka.
Ketika kemudian orang tua tanggungan mereka sudahtiada, otomatis pengeluaran (terutama biaya-biaya perawatan kesehatan) akan berkurangbanyak.
Jika kita anggap bahwaseorang pensiunan membelanjakan dana pensiunnya sebesar 80% dari penghasilannya pada waktu ia masih aktif bekerja dahulu, dan dengan asumsi bahwa orang itu akan tetap hidup untuk 25 tahun sejak pensiun, maka besarnya dana pensiun yang harus tersedia pada waktu pensiun adalah 80% x penghasilan setahun x 25.
Misalkan seseorang memiliki gaji terakhir saatini sebesar 10 juta per bulan atau 120 juta per tahun. Maka, pada waktu pensiun, dana pensiun yang harus tersedia adalahsebesar 80% x 120 juta x 25 = 2.400 juta atau 2,4 M.
Apakah jumlah ini telah tersedia dalam Dana Pensiunnya?
Kalau seseorang hanya mengandalkan BPJS -TK (dahulu Jamsostek) maka jumlah ini pasti tidak akan tersedia dalam rekening BPJS -TK nya. Solusinya adalah ia harus menabung sendiri Dana Pensiun di luar BPJS -TK. Kami menganjurkan orang untuk tidak hanya menabung dana pensiun dalam bentuk aset-aset keuangan saja tetapi juga dalam aset riil seperti emas dan properti berupa tanah dan bangunan.
Mengapa?
Pertama, masalah  default  (gagal bayar atau kebangkrutan). Aset keuangan berupa deposito, obligasi, saham, atau reksadana dalam jangka panjang sekali dapat mengalami penurunan nilai yang sangat dalam (bahkan menjadi nihil) akibat krisis ekonomi, krisis politik, dan krisis-krisis lain. Hal ini memang tidak berarti bahwa aset riil tidak bisa mengalami penurunan nilai.
Tetapi, dengan memegang aset riil, setidaknya kita masih memegang atau memiliki aset tersebut. Bandingkan dengan aset keuangan yang nilainya dapat menjadi nihil dan pensiunan berakhir dengan memegang kertas kosong.
Kedua, masalah inflasi atau penurunan daya beli. Aset keuangan, kecuali saham-saham, umumnya tidak akan mengalami kenaikan harga tetapi malah penurunan harga karena faktor inflasi. Karena adanya inflasi ini, maka bunga deposito dan bunga obligasi diberikan.
Tujuannya adalah supaya deposito atau obligasi tersebut tetap menarik. Saham-saham dan aset riil berupa emas batangan dan properti (tanah dan bangunan) merupakan sarana lindung nilai terhadap inflasi.
 Oleh: Fredy Sumendap, CFA 

Sumber : IPS

powered by: IPOTNEWS.COM