News & Research

Reader

Bank Dunia Soroti Ekonomi Indonesia, Ini Respon Pemerintah
Tuesday, September 29, 2020       15:41 WIB

Ipotnews - Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 akan berada pada kisaran -2 hingga -1,6 persen (year on year / yoy) yang merupakan pertumbuhan negatif pertama kali dalam dua dekade terakhir. Publikasi Bank Dunia ini sekaligus merevisi perkiraan Bank Dunia sebelumnya (pada Bulan Juni 2020) sebesar 0,0 persen.
Menanggapi hal itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu, mengatakan bahwa asumsi pertumbuhan Bank Dunia yang telah direvisi ini sesuai dengan apa yang diperhitungkan oleh pemerintah.
"Secara umum, outlook Bank Dunia ini masih sejalan dengan asesmen pemerintah terkini yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada dalam rentang -1,7 persen dan -0,6 persen," jelas Febrio dalam keterangannya, Selasa (29/9).
Dikatakan Febrio bahwa Bank Dunia menilai berbagai faktor akibat eskalasi pandemi covid-19, seperti pembatasan mobilitas, peningkatan risiko kesehatan, dan pelemahan ekonomi global telah memberikan tekanan terhadap permintaan domestik, baik aktivitas konsumsi maupun investasi. Di sisi lain, kondisi permintaan domestik yang masih relatif lemah tersebut menahan indikator makro lainnya tetap terjaga, yakni inflasi sebesar 2,1 persen dan defisit neraca transaksi berjalan sekitar 1,3 persen terhadap PDB.
Di tahun 2021-2022, Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia akan melalui proses pemulihan meskipun masih dibayangi risiko dan tantangan terkait keberhasilan penanganan pandemi covid-19. Pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 diprediksi berada dalam rentang 3,0 sampai 4,4 persen dan di tahun 2022 sebesar 5,1 persen. Angka perkiraan tersebut mempertimbangkan adanya dampak baseline yang rendah, serta adanya penurunan potensi pertumbuhan -0,6 poin persentase dibandingkan kondisi sebelum pandemi.
Di samping indikator ekonomi, Bank Dunia juga menunjukkan asesmen indikator kesejahteraan, khususnya angka kemiskinan ekstrim yang diproyeksi kembali meningkat untuk pertama kalinya sejak 2006. Kemiskinan ekstrim meningkat dari 2,7 persen di 2019 menjadi 3,0 persen di 2020 (berdasarkan garis kemiskinan USD1,9 perkapita perhari - 2011 PPP).
Sedangkan ambang batas tingkat kemiskinan USD3,2 dan tingkat kemiskinan USD5,5 (Paritas Daya Beli/PPP) tidak digunakan oleh BPS untuk mengukur kemiskinan karena pendekatan yang dipakai oleh BPS adalah kemampuan penduduk dalam pemenuhan kebutuhan dasar (Basic Needs Approach). Menurut rilis BPS, Covid-19 telah menyebabkan angka kemiskinan naik menjadi 9,8 persen di Maret 2020
"Sebagai respon pemerintah, mayoritas masyarakat kelompok 40 persen pendapatan terendah telah mendapat dukungan pemerintah melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), baik dalam bentuk Jaring Pengaman Sosial (JPS), bantuan/pembiayaan usaha, maupun subsidi listrik," ulasnya.
Terkait dengan rilis Bank Dunia ini, pemerintah Indonesia memandang hal ini sebagai catatan dan masukan penting dalam upaya mendorong efektivitas implementasi dan evaluasi program pemulihan ekonomi nasional (PEN) baik dalam penanganan pandemi maupun implementasi program-program dukungan pemerintah terhadap masyarakat dan dunia usaha.
"Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp203,9T atau sekitar 0,9 persen terhadap PDB untuk JPS. Bantuan ini bahkan tidak hanya menyasar masyarakat 40 persen terbawah namun juga kelas menengah yang terdampak melalui berbagai program, seperti Program Kartu Pra Kerja dan Program Padat Karya," pungkasnya.
(Marjudin)

Sumber : admin

powered by: IPOTNEWS.COM