Investor Asing masih Bersikap Relatif Hati-hati, Kebijakan Besar Kemungkinan tak Banyak Berubah - Ashmore
Saturday, September 13, 2025       20:54 WIB

Ipotnews - Bursa saham Indonesia mengakhiri sesi perdagangan pekan kedua September, Jumat (12/9), dengan membukukan lonjakan IHSG sebesar 1,37% ke level 7.854, dan lebih tinggi dari sesi penutupan pekan sebelumnya di posisi 7.767. Namun investor asing mencatatkan arus keluar ekuitas sebesar USD399 juta dalam sepekan terakhir.
 Weekly Commentary  PT Ashmore Asset Management Indonesia mencatat beberapa peristiwa penting yang mempengaruhi pergerakan dana di pasar modal dalam dan luar negeri, antara lain

Apa yang terjadi sepanjang pekan?
Ashmore mencatat sektor yang mencatatkan kenaikan tertinggi pekan ini adalah Kesehatan (+2,43%) dan Industri (+1,91%). Sedangkan sektor yang tertinggal adalah Teknologi dan Infrastruktur yang masing-masing turun -3,91% dan -2,25%.
Performa terbaik pekan ini dicatat oleh Indeks Nikkei (+4,07%) dan Indeks Hang Seng (+3,82%). Sebaliknya, terjadi koreksi pada harga Batu Bara (-6,34%) dan harga Gas Alam (-0,63%).
Ashmore juga mencatat, inflasi tahunan utama di AS sesuai dengan konsensus di level 2,9%, yang menunjukkan berlanjutnya percepatan dan menjadi level tertinggi sejak Januari. Inflasi inti juga sesuai dengan ekspektasi; tetap di 3,1% dengan kenaikan pada biaya tempat tinggal dan layanan kesehatan.
Selain itu, data Non Farm Payroll menunjukkan revisi penurunan yang lebih besar dari perkiraan awal, yang mengindikasikan pelemahan pasar tenaga kerja yang lebih dalam dari ekspektasi.
Sementara di Eropa, ECB mempertahankan suku bunga seperti yang diperkirakan, dengan inflasi tetap mendekati target 2% dan prospek yang relatif tidak berubah sejak Juni. Tingkat fasilitas deposito juga tetap tidak berubah, menegaskan sikap hati-hati bank sentral yang tetap bergantung pada data.
Surplus perdagangan Jerman menyempit; menunjukkan data yang lebih lemah dari perkiraan karena ekspor turun lebih banyak dibandingkan impor. Di sisi lain, produksi industri bulanan meningkat ke level tertinggi sejak Maret, terutama didorong oleh mesin dan peralatan.
Sedangkan di Asia, harga konsumen China turun lebih besar dari perkiraan dan menjadi bulan kelima deflasi tahunan sejauh ini pada tahun ini, dengan penekan terbesar berasal dari harga pangan. Sebaliknya, surplus perdagangan China tumbuh lebih besar dari perkiraan karena ekspor meningkat lebih cepat dibanding impor.
Indonesia mencatat pertumbuhan penjualan ritel yang lebih cepat dari perkiraan pada Juli; tertinggi sejak Maret. Hal ini didorong oleh stimulus pemerintah yang meningkatkan daya beli. Namun, indikator kepercayaan konsumen pada Agustus tetap moderat dan turun ke level terendah sejak September 2022.
Membuka pintu lebar-Lebar
Menyoroti perkembangan selama sepekan terakhir, Ashmore menyoroti rilis data inflasi tahunan utama dan inti AS pada pekan ini, yang keduanya sesuai dengan ekspektasi. "Namun, penting dicatat bahwa kedua data tersebut masih berada pada level yang relatif tinggi," tulis Ashmore.
Selain itu, pasar tenaga kerja terus menunjukkan pelemahan, khususnya dengan revisi penurunan besar pada penciptaan lapangan kerja dari rilis data Non Farm Payroll. Data klaim pengangguran awal untuk pekan ini juga melonjak ke level tertinggi sejak Oktober 2021, semakin menegaskan lemahnya kondisi pasar tenaga kerja.
"Seperti kita ketahui, The Fed telah menggeser fokusnya dari inflasi menuju pasar tenaga kerja. Dengan data terbaru ini, pasar sepenuhnya memperhitungkan satu kali pemangkasan suku bunga pada rapat FOMC pekan depan, sementara taruhan pada pemangkasan 50 bps meredup sejak awal pekan," Ashmore menambahkan.
Ashmore juga menggarisbawahi periode lain yang penuh peristiwa penting pada pekan ini dengan perubahan kebijakan signifikan di Indonesia. Volatilitas pasar pada awal pekan terutama dipicu oleh  reshuffle  kabinet yang mengejutkan, termasuk penggantian Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan dengan Purbaya Yudhi Sadewa.
Pergantian mendadak Sri Mulyani yang dikenal memiliki kredibilitas internasional, pengalaman luas, dan reputasi kehati-hatian fiskal, memicu kekhawatiran mengenai arah kebijakan fiskal Indonesia ke depan. Reaksi langsungnya adalah penurunan tajam di pasar saham, terutama akibat aksi jual besar-besaran baik oleh investor domestik maupun asing pada saham likuid seperti perbankan, disertai kenaikan imbal hasil obligasi terutama pada tenor panjang.
Seiring berlalunya minggu pertama masa jabatan Menteri Keuangan baru, pasar mulai memperoleh kejelasan mengenai sikap dan arah Purbaya. Kekhawatiran utama telah dijawab, yaitu defisit fiskal akan tetap berada di bawah batas 3%. "Hal ini membantu mengembalikan kepercayaan pasar serta mendukung pemulihan pasar saham dan obligasi Indonesia pekan ini," ungkap Ashmore.
Ashmore menilai, langkah terbaru Purbaya bertujuan mendorong pertumbuhan domestik melalui peningkatan likuiditas sistem, dengan memindahkan Rp200 triliun dari kelebihan kas pemerintah ke sistem perbankan komersial (melalui bank-bank BUMN ) yang selanjutnya akan dilepaskan ke pasar. Langkah ini diharapkan secara bertahap mendukung pertumbuhan ekonomi melalui efek berganda sekaligus meningkatkan kepercayaan investor.
"Secara keseluruhan, investor asing masih bersikap relatif berhati-hati sambil mencerna kabar dari dalam negeri. Walau kebijakan besar kemungkinan tidak akan banyak berubah dalam jangka pendek, terdapat indikasi bahwa Menteri Keuangan baru memiliki kecenderungan pada belanja fiskal," papar Ashmore.
Ashmore berpendapat, perspektif dan sikap baru ini bisa menjadi pemicu untuk mendorong pertumbuhan domestik dan kepercayaan pasar. Namun, semuanya akan bergantung pada implementasi kebijakan likuiditas dan sejauh mana dapat ditransmisikan ke ekonomi riil.
Dalam jangka pendek, Ashmore memperkirakan tekanan turun pada imbal hasil obligasi, seiring tren suku bunga global yang masih menurun. Imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia (IndoGB) tenor 10 tahun telah pulih dari guncangan awal pekan dan kini berada di level 6,33%. Sementara itu, imbal hasil IndoGB tenor 2 tahun juga mereda dan menutup pekan di level 5,32%.
"Kami menilai kondisi [saat ini] telah mengalami pemulihan signifikan dari volatilitas terakhir, baik dari sisi pasar modal maupun politik, sehingga pasar saham berpotensi mencatat pertumbuhan lebih lanjut. Namun, kami tetap berhati-hati terhadap saham-saham momentum dan lebih memilih saham berkualitas dengan fundamental serta likuiditas yang kuat dalam kondisi saat ini." (Ashmore)


Sumber : Admin