Bank Sentral Masih Borong Emas, Goldman Sachs Prediksi Harga Tembus Segini
Tuesday, November 18, 2025       09:21 WIB

JAKARTA, investor.id -Goldman Sachs memperkirakan bank-bank sentral di berbagai negara kembali memborong emas dalam jumlah besar pada November, melanjutkan tren pembelian masif selama beberapa tahun terakhir. Langkah ini dilakukan untuk diversifikasi cadangan devisa sekaligus melindungi perekonomian dari risiko geopolitik dan ketidakstabilan finansial.
Dalam laporan terbaru yang dikutip dari Trading View, Goldman Sachs memperkirakan pembelian emas mencapai 64 ton pada September, meningkat signifikan dari 21 ton pada Agustus. Tren kuat pembelian ini diperkirakan berlanjut hingga akhir tahun.
Goldman juga menegaskan kembali prediksinya bahwa harga emas berpotensi mencapai US$ 4.900 per ons troi pada akhir 2026, terutama jika investor ritel dan institusi terus melakukan diversifikasi portofolio ke aset lindung nilai tersebut.
Pada perdagangan Senin (17/11/2025), harga emas jatuh 0,97% di level US$ 4.039,82 per ons troi. Sepanjang tahun ini, harga emas sudah melonjak 55%, didorong kekhawatiran ekonomi global, gejolak geopolitik, masuknya dana ke ETF berbasis emas, serta ekspektasi pemotongan suku bunga lanjutan oleh The Fed.
Sementara itu, World Gold Council melaporkan bahwa 95% bank sentral mengantisipasi cadangan global akan terus meningkat, dengan 43% berencana untuk meningkatkan kepemilikan emas mereka sendiri pada tahun depan.
Sebelumnya, JP Morgan memperkirakan harga emas bakal mencapai puncaknya di level US$ 5.055 per troy ons pada kuartal terakhir tahun 2026. Adapun Morgan Stanley memproyeksikan harga emas akan menyentuh US$ 4.400 per troy ons pada akhir tahun 2026.
Sprott Asset Management, dalam laporan analisisnya terkait komoditas logam mulia, mengungkapkan bahwa proyeksi bullish atau optimis pada harga emas didorong oleh peralihan minat investor ke aset safe haven untuk mempertahankan daya beli dan melindungi risiko sistemik serta geopolitik.
Perusahaan itu membeberkan bahwa negara-negara maju sedang memasuki periode dominasi fiskal, dimana prioritas fiskal membentuk kebijakan moneter, yang mendorong lebih banyak alokasi ke aset penyimpan nilai yang nyata.

Sumber : investor.id