Nilai Tukar Rupiah Hari Ini, Selasa 28 Oktober 2025: Menguat Tipis
Tuesday, October 28, 2025       09:42 WIB

JAKARTA, investor.id -Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat tipis pada Selasa (28/10/2025). Penguatan tersebut seiring dengan pelemahan dolar AS menjelang serangkaian pertemuan bank sentral utama dunia.
Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 09.06 WIB di pasar spot exchange, Nilai tukar rupiah hari ini menguat tipis sebesar 1 poin (0,01%) ke level Rp 16.620 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar terlihat turun 0,11% ke level 98,67.
Sedangkan pada perdagangan Senin (25/10/2025), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah 19 poin di level Rp 16.621.
Dikutip Reuters, nilai tukar dolar AS melemah pada perdagangan Selasa (28/10/2025), menjelang serangkaian pertemuan bank sentral utama dunia, terutama pemangkasan suku bunga di AS. Investor juga bersikap hati-hati menyusul tur Asia Presiden Donald Trump yang dinilai berpotensi membuka jalan menuju kesepakatan dagang dengan China.
Sinyal awal meredanya ketegangan perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia sempat memicu reli aset berisiko pada awal pekan ini, mendorong pelemahan dolar terhadap sejumlah mata uang utama. Namun, pelaku pasar tetap berhati-hati karena kesepakatan apa pun yang mungkin tercapai antara Washington dan Beijing diperkirakan belum akan bersifat komprehensif.
Sorotan kini tertuju pada pertemuan antara Trump dan Presiden China Xi Jinping di Korea Selatan pada Kamis mendatang. "Saya sangat menghormati Presiden Xi dan saya yakin kita akan membawa pulang sebuah kesepakatan," ujar Trump kepada wartawan di pesawat kepresidenan Air Force One sebelum mendarat di Tokyo, Jepang.
Sementara itu, pejabat China masih berhati-hati menanggapi pembicaraan dagang tersebut dan belum memberikan banyak keterangan mengenai hasil yang mungkin dicapai. Sikap menunggu ini membuat pasar valuta asing cenderung bergerak tenang sejak awal pekan.
Euro sempat menguat ke level tertinggi satu pekan di US$ 1,1655, sedangkan poundsterling diperdagangkan di kisaran US$ 1,3344. Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama, stabil di posisi 98,786 setelah melemah 0,15% pada sesi sebelumnya.
Analis dari Commonwealth Bank of Australia Carol Kong menilai, pelaku pasar tidak menaruh ekspektasi tinggi terhadap pertemuan Trump-Xi. "Saya rasa pasar tidak berharap akan ada kesepakatan besar. Namun, jika ada kemajuan dalam isu-isu utama dan peluang AS menurunkan tarif terhadap China, itu cukup untuk mengangkat sentimen," ujarnya.
Tunggu The Fed
Pasar kini menunggu hasil rapat The Fed yang hampir pasti akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin. Investor juga menantikan sinyal apakah bank sentral AS akan mulai mengakhiri program pengetatan likuiditas (quantitative tightening).
Kondisi penutupan sebagian aktivitas pemerintahan AS membuat data ekonomi terbatas, sehingga arah kebijakan The Fed menjadi fokus utama. Goldman Sachs memperkirakan peluang pemangkasan suku bunga lanjutan pada Desember masih terbuka.
"Kami memperkirakan Ketua The Fed Jerome Powell akan tetap merujuk pada proyeksi September yang menunjukkan adanya potensi pemangkasan ketiga di Desember," ujar Kepala Ekonom AS Goldman Sachs, David Mericle.
Yen Jepang menguat ke level 152,42 per dolar AS menjelang rapat Bank of Japan (BoJ) akhir pekan ini. BoJ diperkirakan masih akan mempertahankan suku bunga, namun investor akan mencermati petunjuk mengenai waktu kenaikan suku bunga berikutnya.
Trump juga dijadwalkan bertemu Perdana Menteri Jepang yang baru, Sanae Takaichi, pada Selasa ini untuk membahas isu perdagangan bilateral.
Di Eropa, Bank Sentral Eropa (ECB) hampir pasti menahan suku bunga pada Kamis mendatang, sementara pelaku pasar masih memperdebatkan kemungkinan pelonggaran tambahan pada 2026.
Dari kawasan Pasifik, dolar Australia naik tipis 0,11% ke US$ 0,6563 atau tertinggi dalam dua pekan, sedangkan dolar Selandia Baru menguat ke US$ 0,5778.
Kepala riset Pepperstone Chris Weston menilai, kondisi makro global saat ini mendukung minat risiko. "Dengan adanya penutupan pemerintahan AS yang membatasi risiko dari data ekonomi utama, serta pemangkasan suku bunga The Fed yang sejalan dengan ekonomi yang masih tangguh, pasar tampaknya tetap condong untuk membeli aset berisiko," ujarnya.

Sumber : investor.id