Wall Street Anjlok, Saham Teknologi Jadi Biang Kerok
Friday, November 14, 2025       08:32 WIB

NEW YORK , investor.id -Indeks-indeks saham Wall Street ditutup anjlok pada Kamis (13/11/2025), mencatat kinerja terburuk dalam lebih dari sebulan. Tekanan jual di sektor teknologi semakin dalam, sementara investor makin pesimistis terhadap prospek penurunan suku bunga The Fed.
Dikutip dari CNBC internasional, indeks Dow Jones Industrial Average merosot 797,60 poin (1,65%) ke posisi 47.457,22, menjauh dari rekor tertingginya sehari sebelumnya. Indeks S&P 500 turun 1,66% menjadi 6.737,49, dengan penurunan tajam di sektor layanan komunikasi dan teknologi informasi.
Saham Disney anjlok hampir 8% setelah laporan keuangan kuartal IV fiskalnya dinilai beragam. Sementara itu, indeks Nasdaq Composite yang sarat saham teknologi merosot 2,29% ke 22.870,36.
Ketiga indeks utama, termasuk indeks Russell 2000 untuk saham berkapitalisasi kecil, mencatat hari terburuk sejak 10 Oktober.
Penjualan besar-besaran terjadi pada saham-saham teknologi, terutama yang terkait dengan tren kecerdasan buatan (AI), di tengah kekhawatiran valuasi yang terlalu tinggi. Setelah sempat menguat di awal pekan, Nasdaq kini mencatat penurunan tiga hari berturut-turut, terseret saham-saham unggulan seperti Nvidia, Broadcom, dan Alphabet.
"Ini tampak seperti konsolidasi alami dan sehat. Sebagian dari narasi AI adalah bahwa semua belanja modal besar ini pada akhirnya akan terlihat manfaatnya di sektor riil, kesehatan, manufaktur, hingga industri, yang bisa meningkatkan produktivitas secara luas," Chief Investment Officer Laird Norton Wealth Management Ron Albahary.
Selain tekanan dari sektor teknologi, perubahan tiba-tiba pada ekspektasi pemangkasan suku bunga turut membebani pasar saham. Berdasarkan CME FedWatch Tool, peluang bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada pertemuan Desember kini hanya sekitar 51%, turun tajam dari 62,9% sehari sebelumnya.
Ketidakpastian ini diperparah oleh minimnya data ekonomi selama penutupan pemerintahan AS yang berlangsung selama 43 hari, terpanjang dalam sejarah negara itu. Akibatnya, The Fed 'terbang buta' tanpa laporan penting seperti data tenaga kerja Oktober dan inflasi.
Pasar Dibayangi Ketidakpastian
Juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan, sebagian laporan ekonomi yang tertunda mungkin tidak akan pernah dirilis, dan penutupan itu berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi kuartal IV hingga 2 poin persentase. Namun, sebagian besar ekonom memperkirakan dampaknya terhadap PDB AS relatif kecil.
Penutupan pemerintahan yang berlangsung lebih dari enam minggu itu resmi berakhir Rabu malam, setelah Presiden Donald Trump menandatangani undang-undang pendanaan sementara yang telah disetujui DPR dan Senat. Kesepakatan ini akan mendanai operasional pemerintah hingga akhir Januari 2026.
Kepala Strategi Pasar BMO Private Wealth Carol Schleif mengatakan, banyak data ekonomi yang hilang selama penutupan mungkin tak akan kembali, dan masih ada pertanyaan besar tentang bagaimana data inflasi dan tenaga kerja akan terbentuk.
"Kami memperkirakan pasar akan tetap bergejolak dalam beberapa pekan ke depan seiring mesin pemerintahan dan publikasi data ekonomi mulai berjalan lagi," tutupnya.

Sumber : investor.id