Amerika Cabut China dari Daftar Manipulator Mata Uang, Yuan Melejit
Tuesday, January 14, 2020       16:38 WIB

Ipotnews - Yen jatuh ke posisi terendah delapan bulan sementara yuan naik ke level tertinggi sejak Juli, Selasa, setelah Departemen Keuangan AS membalikkan keputusan Agustus lalu yang menetapkan China sebagai manipulator mata uang.
Pengumuman itu terjadi ketika Wakil Perdana Menteri China, Liu He, tiba di Washington menjelang penandatanganan perjanjian perdagangan awal dengan Presiden Donald Trump, Rabu, yang bertujuan untuk meredakan ketegangan antara kedua negara, demikian laporan  Reuters , di London, Selasa (14/1).
"Keputusan Washington untuk mencabut China dari daftar manipulator mata uang menambah suasana positif sebelum penandatanganan perjanjian perdagangan," kata Minori Uchida, analis MUFG Bank.
Narasumber yang akrab dengan perundingan itu mengatakan meski penunjukan manipulator tidak memiliki konsekuensi nyata bagi Beijing, perubahan itu merupakan simbol penting dari niat baik di mata pejabat China.
Dolar menguat sebanyak 0,3% menjadi 110,22 yen, level tertinggi sejak akhir Mei terhadap mata uang  safe-haven  Jepang itu. Terakhir dolar berada di posisi 109,935 yen.
Dalam perdagangan  onshore , yuan China naik menjadi 6,8731 per dolar, level terkuat sejak akhir Juli. Terakhir di posisi 6,8842.
Di pasar  offshore,  yuan juga melesat ke level terkuat dalam enam bulan, mencapai 6,8662 yuan sebelum menyusut.
Selain harapan meredanya perang perdagangan AS-China, data perdagangan China yang solid membantu mengangkat optimisme tentang ekonomi China dan yuan.
Ekspor China tumbuh 7,6% dan impor melonjak 16,3% pada Desember dari tahun sebelumnya, keduanya mengalahkan ekspektasi.
"Pertanyaan yang menarik adalah berapa lama optimisme ini bisa bertahan, berapa jauh lagi. Pasti banyak yang harus diperhitungkan," kata Jane Foley, analis Rabobank.
"Jika kita mendapatkan peningkatan lain dalam ketegangan antara AS-China dan jika kita mengalihkan perhatian kita ke (perjanjian perdagangan) fase kedua...sangat mungkin kita akan melihat renminbi jatuh lagi," papar Foley, sambil menambahkan bahwa mata uang tersebut mungkin menghadapi level terendah 7,18 yang dicapai September lalu.
Di Eropa, poundsterling melanjutkan pelemahan lebih lanjut, Selasa, mencapai level terendah tujuh pekan terhadap euro di posisi 85,95 pence.
Mata uang itu secara umum berada di bawah tekanan dengan para  trader  terfokus pada ketidakpastian atas seperti apa hubungan perdagangan Inggris dengan Uni Eropa akan terlihat, setelah Brexit yang diperkirakan pada 31 Januari. Periode transisi akan selesai pada akhir 2020.
Mata uang itu juga mengalami tekanan, pekan ini, dari rilis data yang lemah, meningkatkan kemungkinan pemotongan suku bunga oleh Bank Sentral Inggris. Pasar uang memperkirakan probabilitas hampir 50% untuk pemotongan suku bunga pada pertemuan 30 Januari.
Euro sedikit didukung oleh sentimen  risk-on , bangkit dari level terendah dua pekan USD1,10855 yang dicapai Jumat. Terakhir, euro diperdagangkan USD1,11385. (ef)

Sumber : Admin