BREN Mulai Penawaran IPO, Valuasinya Mahal atau Murah?
Monday, October 02, 2023       13:45 WIB

Jakarta, CNBC Indonesia - Calon emiten energi hijau milik taipan Prajogo Pangestu, Barito Renewables Energi (), saat ini telah memasuki fase penawaran umum yang berlangsung hingga Rabu, 4 Oktober 2023.
memutuskan harga IPO berada di rentang atas atau ditawarkan ke investor di harga Rp 780/saham, yang mana mengimplikasikan derasnya antusiasme investor selama masa bookbuilding .
Pada rentang harga tersebut, yang menerbitkan 4,5 miliar saham baru atau mewakili 3,35% modal disetor akan meraup dana segar senilai Rp 3,51 triliun. Hal ini juga mengindikasikan kapitalisasi pasar tepat saat melantai akan mencapai Rp 104,77 triliun.
Kapitalisasi pasar tersebut akan membuat masuk dalam 20 perusahaan paling berharga di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Valuasi Sudah Mahal atau Masih Murah?
Apabila IPO berlangsung sesuai rencana, maka nilai buku perusahaan setelah memperoleh dana segar akan naik dari Rp 54 sebelum IPO menjadi Rp 79 setelah resmi melantai. Artinya pada saat penawaran umum perdana harga saham dihargai nyaris 10 kali nilai buku perusahaan.
Sebagai perbandingan, emiten kompetitor utama yang bergerak di bidang penyediaan listrik dari energi geothermal, Pertamina Geothermal Energy (), saat ini diperdagangkan hanya 2,13 kali nilai buku. Sebagai catatan, harga saham hingga penutupan perdagangan akhir pekan lalu telah melonjak 65% dari harga IPO.
Secara historis, emiten milik Prajogo memang umum dihargai premium oleh investor. Meski demikian penilaian untuk dapat dikatakan sangat mahal, dengan dua emiten lain milik Prajogo yakni Chandra Asri Petrochemical () dan Barito Pacific () masing-masing sahamnya diperdagangkan 5,34 dan 5,18 kali nilai buku.
Perusahaan diketahui secara konsisten mencatatkan pertumbuhan baik dari sisi pendapatan maupun laba bersih. Nominal  top line   tercatat lebih besar dari kompetitor utamanya , namun dari sisi  bottom line  anak usaha Pertamina tercatat lebih baik.
Adapun laba bersih dalam empat kuartal terakhir ( trailing twelve month/ TTM) tercatat sebesar Rp 1,47 triliun atau laba per saham dasar (TTM) senilai Rp 10,95/saham. Artinya harga IPO saham diperdagangkan 71,22 (rasio P/E) kali laba per saham dasar.
Angka ini relatif mahal, dengan indeks secara lebih luas ( IHSG ) memiliki rasio P/E 17,69, sedangkan kompetitor utama perusahaan yakni tercatat memiliki rasio P/E 21,8. Bahkan emiten pertambangan nikel yang juga dianggap sebagai salah satu motor penggerak transisi hijau memiliki valuasi P/E yang jauh lebih murah.
Meski ditawarkan dengan valuasi yang relatif premium, memiliki masa depan yang relatif cerah salah satunya didorong oleh upaya transisi energi Indonesia menuju nol bersih. Permintaan akan energi hijau diharapkan akan meningkat dengan signifikan di masa depan. Selain itu perusahaan juga akan diuntungkan dengan sejumlah insentif, termasuk pelaksanaan bursa karbon. Kedua hal tersebut diharapkan akan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan ke depannya.
Selanjutnya dana IPO yang sebagian digunakan untuk membayar utang akan turut memperbaiki struktur neraca perusahaan, sehingga beban bunga untuk periode berikutnya dapat ditekan secara signifikan.
Setelah melewati masa penawaran umum hingga 4 Oktober mendatang, saham diharapkan akan listing perdana di BEI 9 Oktober 2023.
(fsd/fsd)

Sumber : www.cnbcindonesia.com