Bagaimana Bentuk Investasi yang Terbaik untuk Dana Pensiun?
Friday, December 17, 2021       15:57 WIB

Pada artikel sebelumnya kita telah menyinggung mengenai penempatan investasi Dana Pensiun. Pada dasarnya, investasi dapat ditempatkan pada asset riil ( tangible asset ) maupun asset surat berharga ( intangible asset ).
Contoh dari aset riil adalah properti ( real estate ) dan emas (batangan), sedangkan contoh dari asset surat berharga adalah reksadana, saham, ataupun obligasi.
Aset riil mempunyai keuntungan bahwa nilainya cenderung mengikuti kenaikan inflasi dan menjadi cara yang baik untuk menyimpan nilai (kekayaan). Akan tetapi aset riil mempunyai kekurangan, karena cenderung tidak likuid dan nilainya cenderung tidak mudah untuk dipecah menjadi lebih kecil sesuai kebutuhan.
Sementara itu, aset surat berharga mempunyai karakteristik sangat likuid tetapi nilainya dapat berubah dengan cepat sehingga membuat aset surat berharga beresiko untuk dimiliki jika bertujuan untuk menyimpan nilai ( store of value) .
Berdasarkan teori portofolio yang baku, berinvestasi pada aset apa pun, haruslah melakukan diversifikasi. Untuk investor yang memiliki dana terbatas, atau pengetahuan terbatas, membeli reksadana sangat dianjurkan. Dengan dana terbatas, investasi dari pemegang unit penyertaan reksadana otomatis akan terdiversifikasi ke dalam efek-efek yang menjadi portofolio reksadana.
Demikian pula, walaupun pengetahuan investor tentang manajemen portofolio masih terbatas, dengan berinvestasi pada reksadana, maka investor secara otomatis menikmati semua keahlian pengelolaan dana yang dimiliki oleh Manajer Investasi dan Bank Kustodian.Sebaliknya, membeli aset derivatif atau turunan (misalnya; waran, opsi, atau produk derivatif lainnya) atau aset kripto, sama sekali tidak dianjurkan.
Pada waktu usia nasabah masih muda, saran investasi untuk dana pensiun nasabah adalah sebagian besar (atau seluruhnya) pada reksadana ekuitas (saham). Dengan berjalannya waktu, porsi investasi dalam reksadana saham secara berkala mulai dikurangi dan digantikan dengan reksadana pendapatan tetap (obligasi) dan reksadana pasar uang.
Reksadana saham yang kami anjurkan di sini adalah reksadana bursa (Exchange Traded Fund atau ETF) yang berbasis indeks saham secara luas, misalnya R-LQ45X. Mengapa? Karena reksadana bursa dikelola secara pasif, dan kinerja reksadana hanya mengikuti kinerja indeks harga saham acuannya. Dalam reksadana bursa tidak ada Manajer Investasi yang dibayar mahal, dan ironisnya, tidak mampu menunjukkan kinerja yang lebih baik dari reksadana pasif.
Pada waktu seseorang memasuki usia pensiun, porsi investasi dalam reksadana saham sudah kecil sekali atau nihil, digantikan dengan reksadana pendapatan tetap atau reksadana pasar uang. Mengapa demikian?
Walaupun reksadana terdiversifikasi dengan baik, dan instrumen saham merupakan sarana lindung nilai ( hedge ) yang baik terhadap inflasi, serta horizon investasi masih cukup panjang (pensiunan diasumsikan akan tetap hidup sampai usia 80 tahun), tetapi toleransi pensiunan terhadap resiko sudah rendah sekali. Dalam hal ini, kegagalan investasi tidak lagi dapat diimbangi dengan strategi membeli lebih banyak pada waktu market jatuh ( average down ).
Reksadana saham masih dapat kami rekomendasikan untuk investasi dana pensiun hanya untuk kondisi terbatas saja. Pertama, pensiunan memiliki aset investasi selain surat berharga (reksadana saham), misalnya  real estate  (pendapatan sewa dari rumah atau ruko, bukan tanah kosong yang dibeli untuk tujuan spekulatif) dan emas. Dalam hal ini, kegagalan (sementara) investasi karena kejatuhan indeks harga saham tidak membuat investor frustrasi dan mencairkan investasinya pada reksadana saham.
Kedua, investasi dalam saham hanya ditujukan untuk lindung nilai ( hedge ) terhadap resiko inflasi, bukan untuk tujuan spekulatif. Ketiga, investasi dalam saham dilakukan secara pasif melalui reksadana bursa (ETF) yang mengacu pada indeks saham secara luas.
Berdasarkan hasil penelitian investasi yang lama dari kinerja  mutual funds  di AS dan negara-negara maju lainnya, telah diketahui bahwa kinerja reksadana saham yang dikelola secara aktif, dalam jangka panjang, tidak dapat mengalahkan kinerja indeks acuannya.
Pertama, karena masalah biaya-biaya. Reksadana yang dikelola aktif harus membayar  fee  Manajer Investasi dan  fee  Bank Kustodian  upfront , untuk kinerja yang tidak terjamin. Pada saat pemodal berinvestasi pada unit penyertaan reksadana, pemodal secara implisit telah menyatakan setuju bahwa nilai investasinya akan dipotong sebesar  fee  Manajer Investasi,  fee  Bank Kustodian, dan biaya-biaya reksadana lain, sekalipun kinerja reksadana buruk (merugi).
Kedua, kinerja reksadana yang dikelola secara aktif merupakan  zero sum game , sebelum biaya-biaya ( costs ), yang akan semakin memperburuk kinerja reksadana. Dengan makin berkembangnya industri pengelolaan investasi, sebagian besar aset investasi di masyarakat sekarang ini dikelola oleh Manajer Investasi professional. Hanya sebagian kecil aset investasi yang masih dikelola oleh individu.
Ketika seorang Manajer Investasi membeli suatu aset investasi, maka akan ada seorang atau beberapa Manajer Investasi lain yang menjualnya. Dengan demikian, keuntungan ( gain ) dari seorang Manajer Investasi akan merupakan kerugian ( loss ) bagi Manajer Investasi lain. Karena tidak mungkin ada Manajer Investasi yang terus menerus untung ( gain ), sementara Manajer Investasi lain terus menerus rugi ( loss ).
Ketiga,  teorema efisien market  berlaku. Dalam teorema ini dikatakan bahwa dalam suatu pasar modal yang efisien, harga-harga efek yang diperdagangkan di pasar modal akan segera menyesuaikan dengan semua informasi yang masuk ke pasar. Dengan demikian, tindakan dari pelaku pasar untuk mencari efek-efek yang harganya menyimpang ( overvalue  atau  undervalue ) dari harga pasar merupakan tindakan yang sia-sia.
Implikasi dari teorema ini adalah, daripada berinvestasi pada reksadana yang dikelola secara aktif (dan membayar mahal), lebih baik berinvestasi pada ETF yang dikelola secara pasif.
 Oleh: Fredy Sumendap, CFA 

Sumber : IPS