Bank sentral di Asia Dapat Bergerak Independen terhadap Kebijakan The Fed - IMF
Tuesday, April 30, 2024       15:42 WIB

Ipotnews - Inflasi yang relatif lebih rendah di Asia memberi kemungkinan kepada bank-bank sentral di kawasan ini untuk lebih fokus pada kondisi domestik dan tidak terlalu memikirkan kebijakan moneter Federal Reserve AS.
Laporan IMF yang dikutip Reuters, Sealsa (29/4) menyebutkan, kawasan Asia sedang menuju "soft landing" berkat disinflasi yang cepat. Kondisi ini menciptakan ruang untuk pelonggaran kebijakan moneter, meskipun laju ekspansi ekonomi diperkirakan akan melambat dalam dua tahun ke depan.
"Jangan terlalu terikat pada apa yang dilakukan oleh The Fed, lihatlah apa yang terjadi pada inflasi (di dalam negeri)," kata Direktur IMF untuk Asia Pasifik Krishna Srinivasan kepada para wartawan setelah merilis laporan Regional Economic Outlook.
IMF juga memperingatkan negara-negara Asia untuk tidak terlalu berharap pada ekspektasi langkah Federal Reserve ketika memutuskan kebijakan moneter mereka sendiri.
Bank Indonesia bulan ini secara tak terduga menaikkan suku bunga untuk mengatasi kemerosotan rupiah yang dihantam oleh penguatan dollar AS. Indonesia adalah salah satu dari banyak negara di kawasan Asia Tenggara yang mengalami depresiasi mata uang karena prospek penurunan suku bunga The Fed yang semakin berkurang.
Meskipun mengikuti The Fed "dapat membatasi volatilitas nilai tukar" namun "ada risiko bahwa bank-bank sentral akan tertinggal di belakang (atau mendahului) kurva dan mengacaukan ekspektasi inflasi," tulis Srinivasan, seperti dikutip Bloomberg..
"Negara-negara Asia berada dalam posisi yang lebih baik untuk menghadapi pergerakan nilai tukar saat ini karena berkurangnya gesekan-gesekan keuangan, dan fundamental makro dan kerangka kerja institusional yang lebih baik," imbuh Srinivasan.
Menurutnya, negara-negara Asia harus terus membiarkan nilai tukar bertindak sebagai penyangga terhadap goncangan-goncangan.
IMF memperkirakan pertumbuhan di kawasan Asia akan melambat dari 5% pada 2023 menjadi 4,5% tahun ini dan 4,3% pada 2025, dengan risiko jangka pendek yang "secara luas seimbang".
Perlambatan struktural di China, termasuk koreksi di sektor propertinya, akan tetap menjadi faktor kunci dalam perlambatan pertumbuhan, ungkap laporan IMF. IMF menambahkan bahwa kawasan ini tetap rentan terhadap guncangan harga komoditas dan gangguan perdagangan yang disebabkan oleh konflik-konflik di Timur Tengah dan Ukraina.
Sementrara itu, pertumbuhan di China, negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia, diproyeksikan melambat dari 5,2% di tahun 2023, menjadi 4,6% di tahun ini dan 4,1% di tahun 2025.
"Kebijakan-kebijakan yang mengatasi tekanan di sektor properti dan untuk mendorong permintaan domestik akan membantu China dan kawasan ini. Namun kebijakan-kebijakan yang berkontribusi pada kelebihan kapasitas akan merugikan," ujar Srinivasan. (Reuters)

Sumber : admin