Biaya Produksi Dan Opex Melonjak, Kinerja SIMP Tergerus
Friday, August 02, 2019       05:54 WIB

Ipotnews - PT Salim Ivomas Pratama Tbk () menorehkan kinerja buruk pada kuartal kedua 2019 (2Q19). membukukan rugi bersih Rp279 miliar dibandingkan dengan periode 1Q19 yang meraih laba bersih Rp31 miliar dan Rp54 miliar pada 2Q18.
Dengan demikian secara kumulatif hingga akhir semester pertama 2019 (1H19) membukukan rugi bersih Rp310 miliar. Bandingkan dengan periode 1H18 yang meraih laba bersih Rp57 miliar. "Kinerja buruk ini terutama disebabkan harga CPO yang melemah dan biaya produksi dan opex yang meningkat," demikian menurut Analis Indo Premier Sekuritas, Frederick Daniel Tanggela seperti dikutip dari risetnya.
Rugi usaha mencapai Rp5 miliar pada 1H19 (1H18 laba usaha Rp554 miliar). Sementara itu pendapatan turun tipis 0,8 persen secara tahunan (YoY) menjadi Rp6,5 triliun, hanya 42 persen dari konsensus para analis.
Menurut Frederick, volume penjualan CPO Salim Ivomas naik 10 persen (YoY) menjadi 390 ribu ton dan penjualan palm kernel (PK) 90 ribu ton atau naik 14 persen (YoY) pada 1H19.
Tetapi harga jual rata-rata (ASP) CPO perseroan turun jadi Rp6.552 per kg (-16 persen YoY) dan ASP PK Rp3.658 per kg (-44 persen YoY). Divisi perkebunan juga mencatat penurunan penjualan sebesar 10 persen (YoY) menjadi Rp345 miliar pada 1H19. Di sisi lain, penjualan minyak nabati dan hewani (Edible Oil dan Fat) naik tipis sebesar 2 persen (YoY) yang memungkinkan total pendapatan turunn tipis sebesar 0,8 persen (YoY).
Analis Indo Premier tersebut memperkirakan harga CPO perseroan turun 11 persen pada proyeksi 2019-2020. Volume penjualan CPO turun 7 persen pada proyeksi 2019 dan 1 persen pada estimasi 2020 akibat hasil kinerja buruk tersebut.
"Volume penjualan CPO perseroan sebanyak 390 ribu ton pada 1H19 hanyak 48 persen dari proyeksi penjualan selama 2019," ujar Frederick. Sementara harga CPO perseroan diperkirakan turun menjadi MYR2.050 pada 2019 dan MYR2.400 per ton pada 2020.
Sementara dalam jangka panjang, harga diperkirakan sebesar MRY2.800 per ton karena diyakini terjadi defisit pada beberapa tahun ke depan disebabkan terbatasnya perkebunan di Indonesia dan Malaysia sejak 2012. Proyeksi jangka panjang tersebut juga ditopang potensi demand baru terhadap CPO sebanyak 3,8 juta ton per tahun yang berasal dari kebijakan wajib B10 sektor transportasi di Malaysia dan rencana Indonesia menerapkan B30 pada 2020.
Dengan asumsi baru tersebut, Frederick merevisi proyeksi kinerja turun dengan rugi bersih sebesar Rp65 miliar (estimasi sebelumnya laba Rp195 miliar) pada 2019. Dia memangkas laba turun 35 persen.
Rekomendasi terhadap saham dipertahankan Hold dengan target price (TP) turun menjadi Rp330 per saham dari TP sebelumnya Rp400/saham. "Dalam tiga bulan terakhir harga saham telah turun 23 persen sebelum kinerja perseroan tersebut diumumkan," ujarnya.
(Riset Indo Premier Sekuritas/mk)

Year To 31 Dec

2017A

2018A

2019F

2020F

2021F

Revenue(RpBn)

15,827

14,190

14,206

16,164

18,093

EBITDA(RpBn)

3,045

2,215

3,235

4,241

5,076

EBITDA Growth (%)

(6.6)

(27.2)

46.0

31.1

19.7

Net Profit(RpBn)

486

(77)

(65)

305

610

EPS (Rp)

31

(5)

(4)

19

39

EPS Growth (%)

(9.7)

n/m

n/m

n/m

100.2

Net Gearing (%)

39.2

43.9

62.3

59.7

55.8

PER (x)

10.9

n/m

n/m

17.4

8.7

PBV (x)

0.3

0.3

0.3

0.3

0.3

Dividend Yield (%)

2.9

2.9

(0.4)

(0.4)

1.7

EV/EBITDA (x)

4.2

6.0

5.2

3.9

3.2

 Source: , IndoPremier   ;Share Price Closing as of : 31 July 2019 

Sumber : admin