Bukit Asam (PTBA) Terus Terang soal Masa Depan Batu Bara
Wednesday, April 17, 2024       10:51 WIB

JAKARTA, investor.id - PT Bukit Asam Tbk () menaksir bahwa industri batu bara masih memiliki prospek cerah untuk beberapa tahun ke depan.
Direktur Utama , Arsal Ismail meyakini hal tersebut bakal tetap terjadi di tengah tren transisi energi dan komitmen iklim untuk menurunkan emisi karbon.
"Industri batu bara diyakini masih memiliki prospek cerah untuk beberapa tahun ke depan, meski di tengah tren transisi energi dan komitmen iklim untuk menurunkan emisi karbon yang menjadi tantangan terberat," jelas Arsal dalam laporan tahunan Bukit Asam () 2023, dikutip Rabu (17/4/2024).
Ia menambahkan, mengacu pada Grand Strategi Energi Nasional ( GSEN ) Indonesia, batu bara diperkirakan masih akan menjadi salah satu sumber energi utama untuk pembangkit listrik di Indonesia hingga tahun 2060.
Arsal melanjutkan, harga batu bara global di tahun 2023 yang mengalami kontraksi dibandingkan tahun sebelumnya, diproyeksikan tidak banyak berubah di tahun 2024.
Arsal menyebutkan, pada tahun 2023, kondisi pasar batu bara dunia dan nasional mengalami beberapa dinamika penting. Pertama, terjadi penurunan tajam dalam indeks harga batu bara dunia, khususnya ICE Newcastle, dibandingkan dengan tahun 2022. Fenomena ini juga terlihat pada indeks harga batu bara yang digunakan di Indonesia, seperti HBA (Harga Batu bara Acuan) dan ICI (Indonesia Coal Index), yang mengikuti tren pelemahan yang sama.
Penurunan ini dapat dikaitkan dengan berbagai faktor, termasuk perubahan dalam kebijakan energi global, peningkatan pemanfaatan energi terbarukan, dan kemungkinan perlambatan ekonomi global yang mempengaruhi permintaan batu bara.
Di sisi lain, secara supply-demand , Indonesia tetap menjadi negara eksportir batu bara nomor satu di dunia. Hal ini menunjukkan, lanjutnya, bahwa meskipun ada penurunan harga, posisi Indonesia dalam pasar batu bara global tetap kuat.
Selanjutnya, pertumbuhan produksi batu bara di Indonesia menunjukkan tren peningkatan dibandingkan tahun 2022. Peningkatan ini menandakan bahwa sektor batu bara Indonesia masih memiliki kapasitas produksi yang besar dan mampu memenuhi permintaan, baik domestik maupun internasional.
"Secara keseluruhan, walaupun terjadi penurunan harga di pasar global, kekuatan Indonesia sebagai eksportir utama dan peningkatan produksi menjadi faktor penting yang membentuk kondisi pasar batu bara di tahun 2023," imbuh Arsal.
Target
Adapun Bukit Asam () meningkatkan target operasional di tahun 2024 yaitu produksi batu bara 41,34 juta ton, angkutan 33,69 juta ton, dan penjualan batu bara 43,11 juta ton. Selain itu, berpotensi mendapatkan keuntungan dari implementasi mitra instansi pengelola (MIP), melalui kompensasi atas kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan batu bara domestik untuk mendukung ketahanan energi nasional.
Arsal mengungkapkan, dari sisi kinerja operasional, sepanjang tahun 2023, merealisasikan produksi dan pembelian batu bara sebesar 41,94 juta ton, meningkat 13% dari tahun sebelumnya sebesar 37,14 juta ton. Pencapaian tersebut, setara dengan 102% dari target yang ditetapkan sebesar 41,04 juta ton.
"Sedangkan untuk angkutan kereta api selama tahun 2023 telah terealisasi sebesar 32,42 juta ton dan meningkat 13% dibandingkan realisasi tahun 2022 sebesar 28,81 juta ton. Pencapaian tersebut, setara dengan 101% dari target yang ditetapkan sebesar 32,00 juta ton," terang Arsal.
Volume penjualan batu bara di tahun 2023 mencapai 36,97 juta ton atau setara dengan 90% dari target yang ditetapkan sebesar 41,24 juta ton namun meningkat cukup signifikan dari realisasi tahun 2022 sebesar 31,65 juta ton.
Lebih jauh, juga menargetkan 30% dari revenue stream perseroan akan berasal dari bisnis energi di tahun 2030. Hal tersebut termasuk diversifikasi ke dalam pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) serta inisiatif manajemen karbon.
"Strategi ini sejalan dengan tren global untuk beralih ke sumber energi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan," sebut Arsal Ismail.
Dasar penyusunan prospek ini didasarkan pada RJPP PTBA, yang telah mempertimbangkan berbagai faktor seperti proyeksi ekonomi makro dunia, peta bauran energi global, dan target net zero emission (NZE) di negara-negara dunia, terutama negara-negara pengimpor batu bara.
"Perusahaan berkomitmen untuk mengimplementasikan strategi yang efektif, termasuk efisiensi operasional, diversifikasi pendapatan, dan inovasi dalam pengembangan produk. Perusahaan aktif memantau dinamika pasar dan secara proaktif menyesuaikan strategi bisnis untuk meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan potensi pertumbuhan di masa mendatang," pungkas Arsal.

Sumber : investor.id