Bursa saham Emerging Market Diperkirakan Turun 20% - Riset BCA
Wednesday, August 07, 2024       14:45 WIB

Ipotnews - Bursa saham  emerging market  berada di ambang aksi jual besar-besaran karena pelemahan ekonomi AS akan terus berlanjut
"Ini pasar yang sedang lesu, bukan sekadar koreksi, jadi akan [turun] lebih dari 20%," kata Arthur Budaghyan, kepala strategi EM dan China di BCA Research .
"Saya tidak berpikir ada pasar termasuk India yang akan naik atau stagnan. Saya pikir semuanya akan turun," imbuh ahli strategi yang dengan tepat meramalkan satu dekade kinerja buruk untuk saham EM setelah krisis keuangan itu, seperti dikutip Bloomberg.
Lebih dari USD900 miliar nilai saham EM hilang di tengah kemerosotan global pada Senin lalu, meninggalkan valuasi untuk indeks utama EM pada level terendah sejak November.
Budaghyan telah lama menjadi pesimis terhadap ekuitas EM, dan telah menurunkan peringkat saham di kawasan tersebut menjadi  underweight  pada April 2010 lalu dan mempertahankan pandangan ini selama satu dekade. Ekuitas  developed market  melonjak hampir sepuluh kali lipat selama periode tersebut, sementara indeks EM hanya naik 6%.
Pendapatnya merupakan anomali di pasar. Investor senior di HSBC Asset Management dan UBS Wealth Management awal tahun ini memperkirakan bahwa diskon valuasi dapat membantu EM mengungguli  developed market  di masa mendatang. Akan tetapi, Budaghyan mencatat bahwa laba per saham untuk perusahaan EM telah stagnan selama 13 tahun.
Ia memperkirakan, pertumbuhan ekonomi AS kemungkinan akan mendatar pada awal tahun 2025. Pertumbuhan yang lemah dan pendapatan yang melambat merupakan salah satu alasan utama penurunan laba perusahaan-perusahaan AS di masa mendatang.
"Ini tidak hanya terbatas pada EM. Saya pikir DM juga sangat rentan dan akan jatuh," ujar Budaghyan.
Di pihak lain, ia menyarankan untuk membeli obligasi pemerintah dari negara-negara ekonomi utama karena imbal hasil turun. Bank-bank sentral negara maju tengah bersiap untuk memangkas suku bunga karena ancaman resesi membayangi.
"Investor harus membeli obligasi jangka panjang, uang tunai dolar AS, dan emas," ungkapnya. (Bloomberg)


Sumber : admin