Dolar dalam Tekanan, saat Investor Berubah Optimistis pada Pertumbuhan
Tuesday, May 04, 2021       16:22 WIB

Ipotnews - Dolar AS berada pada jalur tanpa kenaikan terpanjang terhadap sekeranjang mata uang uang negara maju dalam sembilan bulan. Para investor semakin optimistis terhadap prospek pertumbuhan global pada April lalu dan menekan nilai tukar selama empat pekan berturut-turut.
Penurunan tersebut mengikuti kinerja yang kuat pada bulan Maret, ketika pemulihan ekonomi AS yang kuat memicu ekspektasi bahwa kenaikan inflasi dapat mendorong Federal Reserve untuk mengurangi dukungan kebijakannya, dengan menaikkan imbal hasil obligasi dan mendorong kenaikan  greenback  terhadap sebagian besar mata uang negara maju.
Namun demikian, adanya indikasi keyakinan investor bahwa pemulihan ekonomi global kemungkinan tidak lama lagi, menekan penurunan indeks dolar sebanyak 2,7 persen dalam sebulan menjadi 90,98, ketika mata uang terkait komoditas melesat. Euro naik 3 persen menjadi USD1,20, dan real Brasil tampil sebagai mata uang berkinerja terbaik pada April lalu.
Terlepas dari kejatuhan zona euro ke dalam resesi pada kuartal pertama, analis mengekspektasikan aktivitas ekonomi di blok tersebut akan meningkat secara bertahap karena percepatan program vaksinasi dan pembukaan kembali perekonomian.
"Kembalinya 'dunia' ketimbang sekedar reflasi perdagangan 'Amerika' adalah alasan utama mengapa kita melihat penurunan indeks dolar pada bulan April," kata Kamakshya Trivedi, ahli strategi di Goldman.
"Dalam beberapa bulan mendatang, kita akan mulai melihat pelonggaran pembatasan Covid di Eropa, dan kami ekspektasikan peningkatan yang jauh lebih solid pada harga minyak dan tembaga - yang akan mempertahankan dolar di tempatnya," imbuhnya, seperti dikutip Financial Times, Senin (3/5).
Ketua Federeal Reserve AS, Jay Powell pada Rabu pekan lalu, berusaha untuk menghilangkan kekhawatiran akan berakhirnya program pembelian aset The Fed, dan menekankan bahwa kebijakan akomodatif akan tetap ada.
"The Fed telah mengalahkan dirinya sendiri. Kami ragu ini akan berkelanjutan, tetapi untuk saat ini kita harus menerima seperti apa adanya," tulis analis Bank of America dalam catatannya.
Data produksi kuartal pertama menunjukkan bahwa kesenjangan antara laju pertumbuhan di Amerika Serikat dan Eropa tetap besar. Kawasan euro mencatatkan kontraksi 0,6%, sementara Amerika Serikat membukukan 1, 6% ekspansi produk domestik bruto.
Silvia Dall'Angelo, ekonom senior di Federated Hermes mengatakan, ekonomi AS kemungkinan akan berkinerja lebih baik selama dua kuartal berikutnya. Akan tetapi, zona euro "seharusnya mulai mengejar ketinggalan di kuartal ketiga", sehingga akan membuat dolar menjadi kurang menarik begitu kondisi itu terjadi .
Namun, beberapa analis tidak yakin akan seperti itu. Win Thin, kepala strategi valuta asing global di Brown Brothers Harriman mengatakan, zona euro kemungkinan tidak akan menyamai ekspansi ekonomi AS tahun ini, yang akan menyebabkan The Fed untuk mengurangi pembelian aset sebelum Eropa.
"Salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan euro baru-baru ini adalah meningkatnya ekspektasi bahwa divergensi ekonomi akan menyempit pada kuartal kedua dan seterusnya. Tapi kita tidak melihatnya," kata Thin. "ECB harus mempertahankan percepatan pembelian asetnya lebih lama dari yang diharapkan." (Financial Times)

Sumber : Admin