FREN Digugat, Deretan Aksi Korporasi Dinilai Rugikan Investor Publik
Tuesday, March 25, 2025       19:15 WIB

IDXC hannel - Pemegang waran Seri III PT Smartfren Telecom Tbk ( FREN -W2) mengajukan gugatan kepada perseroan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Gugatan tersebut dilayangkan akibat dari serangkaian aksi korporasi perseroan yang dinilai merugikan investor publik.
Aksi korporasi itu bermula saat Smartfren berencana merger dengan PT XL Axiata Tbk () yang disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada hari ini, Selasa (25/3/2025). Namun, restu merger antara FREN -EXCL yang kini menjadi XLSMART tersebut menyisakan kekecewaan bagi investor publik, terutama pemegang waran FREN -W2
Kuasa Hukum Penggugat, Henri Lumbanraja mengatakan, aksi korporasi tersebut berdampak pada jatuh tempo waran FREN -W2 dipercepat setahun. Waran FREN -W2 diterbitkan bersamaan dengan prospektus  rights issue  pada 2021 dan seharusnya jatuh tempo pada April 2026.
Namun, FREN berencana merger dengan yang berlaku efektif 15 April 2026. Padahal, rencana efektif merger tersebut tidak pernah disampaikan dalam prospektus yang diterbitkan pada April 2021.
"Atas rencana merger tersebut, mengakibatkan waran Seri III menjadi kadaluarsa, tidak bernilai, dan tidak berlaku. Hal ini telah merugikan investor publik secara nasional," katanya kepada   IDXC hannel , Selasa (25/3/2025).
Dia juga menuding FREN tidak transparan soal Akta Penerbitan Waran serta Perkiraan Waktu Merger dalam Prospektus sebagai informasi penting atau fakta material.
"Bahwa sesuai UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, informasi penting atau fakta material harus diungkap ke publik, khususnya bunyi dan isi Akta Penerbitan Waran Seri III dalam prospektus," katanya.
Menurut Henri, percepatan jatuh tempo tersebut dilakukan secara sepihak sehingga merugikan investor. Harga eksekusi waran yang dulunya Rp100, dihargai Rp22-Rp25 per saham saja. Investor publik dipaksa mengonversi waran itu sebelum merger dan jika tidak, maka akan hangus.
Henri menjelaskan, harga FREN W-2 berada di level Rp1 sehingga endorong pemegang waran berlomba-lomba melepas warannya agar tak hangus. Namun, sulit menjual waran karena tidak ada yang membeli.
Kemudian pada akhir Desember 2024 dan Januari 2025, tiba-tiba terjadi transaksi besar di mana broker AI (UOB Kay Hian) dan YU (CGS- CIMB Securities) memborong waran FREN W-2. Broker AI bertransaksi total Rp4,7 miliar sementara YU Rp4,1 miliar.
Dia mencurigai aksi kedua broker asing tersebut karena membeli waran yang jelas-jelas rugi jika ditebus. Kerugian itu mencapai 75 persen jika dihitung dari selisih antara harga pelaksanaan saat awal dan harga buyback FREN . Apalagi, transaksi dilakukan tiga bulan sebelum merger.
Henri menduga aksi itu dilakukan FREN . Pasalnya, UOB Kay Hian memiliki 13,9 persen saham FREN dan ada dugaan hubungan istimewa antara FREN dan UOB.
"Kedua broker asing/ foreign  tersebut patut diduga memiliki hubungan istimewa dengan FREN , sehingga tindakan transaksi kedua broker tersebut telah menyesatkan para investor publik secara nasional," ujarnya.
Dia menyebut, lewat aksi tersebut, FREN secara tak langsung memaksa pemegang waran menebus waran miliknya menjadi saham FREN dengan kerugian hingga Rp75. Pasalnya, jika tidak ditebus, maka akan hangus.
Selain itu, proses merger juga merugikan investor karena valuasi pertukaran saham FREN yang dimiliki investor publik dengan memiliki rasio 1 banding 0,011 saham . Dengan kata lain, investor publik harus memiliki 94 saham FREN untuk ditukar menjadi 1 saham .
Pemegang waran sempat mensomasi FREN pada pertengahan Maret 2025. Pada 13 Maret, seseorang bernama Ogi yang mengaku dari salah satu broker menghubungi pihak-pihak yang melakukan somasi dan menjanjikan mencarikan pembeli FREN -W2 di harga Rp1. Padahal, puluhan juta lot antre menjual di harga Rp1.
Kemudian, PT Bali Media Telekomunikasi (BMT) selaku pemilik 13,71 persen waran FREN -W2 yang telah memastikan tidak akan menebus waran menjadi saham juga berubah sikap. Pada 17 Maret, BMI malah menawarkan pemegang waran untuk menukar dengan opsi BMT dengan rasio 94 waran setara 1 Opsi BMI dengan harga pelaksanaan Rp9.400 per saham.
Henri menilai tawaran Opsi BMT tersebut tak masuk akal. Harga pelaksanaan Opsi BMT dipatok Rp9.400 per saham, jauh di atas harga saham XLSMART yang disepakat setelah merger sebesatr Rp2.359.
Terlebih lagi, opsi BMT tersebut tak dapat diperdagangkan di pasar sekunder dan tidak bisa dipindahtangankan. Tawaran ini juga dinilai janggal karena waran milik investor diterbitkan FREN , bukan BMT.
Dia menilai, tindakan FREN yang menjual saham dan waran ke broker AI dan YU dan juga aksi BMI di atas telah menyesatkan para investor. Dia juga menuduh perseroan melanggar UU Pasar Modal Pasal 1 ayat 1, 40, 92, dan 96.
"Dalam rencana merger tersebut, FREN secara langsung tidak memberikan opsi kompensasi atau skema yang pantas dan dapat menolong investor atau pemilik waran dari kerugian, sehingga investor publik semakin merugi banyak atas aksi korporasi tersebut," katanya.

Sumber : idxchannel.com