Harga Minyak Melonjak 5% Seiring Optimisme Perdagangan USA-China
Saturday, May 30, 2020       08:30 WIB

Ipotnews - Harga minyak melonjak pada perdagangan akhir pekan ini. Penutupan harga minyak di pasar berjangka AS pada bulan Mei ke rekor kenaikan bulanan, di tengah harapan bahwa kesepakatan perdagangan AS-China akan tetap utuh serta ekspektasi penurunan produksi minyak mentah.
Minyak mentah WTI untuk pengiriman Juli ditutup pada harga $ 35,49 per barel, melompat $ 1,78 atau 5,3%.
Sedangkan harga minyak Brent untuk kontrak pengiriman Juli ke harga $ 35,33 per barel, naik 4 sen. Namun, kontrak Brent Agustus yang lebih aktif berakhir pada $ 37,84, naik $ 1,81, atau sekitar 5%.
Kedua tolok ukur harga minyak tersebut mengalami kenaikan bulanan yang tajam karena jatuhnya produksi global. Selain itu karena ekspektasi kenaikan demand ketika bagian dari Amerika Serikat, termasuk New York City, dan negara-negara lain bergerak untuk membuka kembali perekonomian setelah penerapan lockdown terkait virus corona.
WTI mencatat kenaikan bulanan sepanjang masa sebesar 88% setelah perdagangan negatif bulan lalu. Brent mencatat kenaikan sekitar 40% untuk bulanan terkuatnya sejak Maret 1999.
Presiden AS Donald Trump mengatakan pemerintahannya akan mulai menghilangkan perlakuan khusus untuk Hong Kong dalam menanggapi rencana China untuk memberlakukan undang-undang keamanan baru di wilayah itu, tetapi dia tidak mengatakan tahap pertama dari perjanjian perdagangan Washington-Beijing dalam bahaya.
Itu membuat para investor minyak, khawatir bahwa gangguan dalam hubungan perdagangan akan lebih lanjut mengurangi konsumsi minyak.
"Ada banyak kegugupan memasuki konferensi pers ini, jadi sepertinya skenario terburuk tampaknya tidak muncul," kata John Kilduff, analis di Again Capital Management di New York.
Minyak juga didukung oleh jumlah terendah rig minyak yang menunjukkan penurunan lebih lanjut pasokan dari produsen minyak mentah terbesar dunia. Hitungan rig minyak dan gas AS turun 17 ke level terendah sepanjang masa minggu ini, menurut data dari perusahaan jasa energi Baker Hughes Co.
(Reuters)

Sumber : admin