Hindari Tabiat Greedy untuk Hindari Jebakan Investasi Bodong
Monday, June 05, 2023       09:44 WIB

Ipotnews - Perkembangan teknologi digital yang mampu mendorong inklusi keuangan belum mampu diimbangi dengan tingkat literasi memadai, sehingga kondisi ini kerap menjebak pemilik modal untuk menempatkan dana di instrumen investasi bodong, terutama investor bertabiat tamak.
Menurut peneliti senior dari lembaga think-tank Center of Reform on Economics ( CORE ) Indonesia, Etikah Karyani Suwondo, guna dapat terhindar dari target investasi bodong, masyarakat patut meningkatkan kewaspadaan terhadap tawaran bunga tinggi, serta diharapkan mengetahui profil risiko investasi.
"Masyarakat biasanya terjerat investasi bodong karena ada iming-iming, sifat greedy dan merasa mampu mengelola risiko," ujar Etikah dalam keterangannya kepada media yang dikutip Senin (5/6).
Dia menilai, tingkat pendidikan yang tinggi bukan jaminan bagi seseorang untuk terhindar dari jerat investasi bodong, terlebih lagi jika belum memiliki tingkat literasi keuangan secara baik. Maraknya tawaran investasi di tengah rendahnya tingkat literasi menjadi pintu masuk bagi para penipu yang mengatasnamakan investasi.
Secara umum, jelas Etikah, korban investasi bodong dialami oleh individu yang memiliki tabiat serakah dan tidak memiliki kemampuan menahan diri untuk mendapatkan keuntungan dalam waktu singkat. Untuk itu, lanjut dia, masyarakat harus bisa menekan sifat greedy, jika menerima tawaran imbal hasil menggiurkan yang tidak masuk akal.
Dia menilai, maraknya korban investasi bodong menandakan bahwa akses masyarakat ke lembaga jasa keuangan yang cukup tinggi tidak barengi dengan tingkat literasi keuangan secara memadai. Etikah menegaskan, korban investasi bodong tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). "Ini banyak terjadi pada lembaga keuangan seperti bank digital yang memberikan return tinggi di atas tingkat bunga penjaminan LPS".
Etikah menambahkan, masyarakat juga harus jeli dalam memilih investasi yang bisa dimulai dengan memperhatikan logo dari regulator jasa keuangan, seperti LPS. Karena, banyak lembaga keuangan yang menggunakan logo dan mengatasnamakan LPS, padahal lembaga keuangan tersebut merupakan lembaga nonbank.
Biasanya, lanjut dia, penawaran investasi bodong kerap diwarnai dengan iming-iming keuntungan tinggi dalam waktu singkat dan menjanjikan investasi tanpa risiko. Pemilik modal juga harus memastikan lembaga keuangan yang terdaftar dan/atau memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Penyedia investasi ilegal biasanya tidak memberikan informasi yang jelas atau menghindari pertanyaan-pertanyaan kritis," imbuhnya.
Sementara itu, menurut pengamat perbankan, Paul Sutaryono, maraknya kasus investasi bodong lebih disebabkan oleh rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat. Selain itu, kata dia, juga dikarenakan oleh rendahnya kebiasaan membaca terkait pengetahuan jasa keuangan.
"Oleh karena itu, OJK dan bank, serta lembaga keuangan nonbank wajib untuk terus melakukan edukasi dan sosialisasi mengenai produk dan jasa perbankan, investasi dan keuangan. Upaya itu amat diharapkan dapat mengerek tingkat literasi keuangan konsumen. Dengan demikian, kasus-kasus investasi bodong dapat ditekan sedemikian rendah," papar Paul.(Budi)

Sumber : admin