IFC Dorong Lembaga Keuangan untuk Penuhi Ketentuan Aspek Lingkungan
Tuesday, October 15, 2019       16:23 WIB

Ipotnews - International Finance Corporation (IFC) mengharapkan agar lembaga jasa keuangan di Indonesia bisa mengoptimalkan kegiatan bisnis yang sejalan dengan pemenuhan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ( POJK ) terkait keuangan berkelanjutan dan aspek berwawasan lingkungan.
Menurut Sustainable Finance Program Leader IFC, Rahajeng Pratiwi, upaya mempercepat perluasan keuangan berkelanjutan yang mengedepankan aspek sosial dan lingkungan itu, sudah memiliki dua pijakan aturan yang dikeluarkan OJK pada 2017.
"Kami ingin untuk terus mendorong lembaga jasa keuangan agar tingkat  compliance -nya terhadap dua POJK yang terbit pada 2017 bisa cukup tinggi, meski sejauh ini tantangannya tetap ada pada  capacity building ," ujar Rahajeng di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Selasa (15/10).
Rahajeng mengungkapkan, pada dasarnya upaya mengintegrasikan sektor jasa keuangan - terutama perbankan - sudah cukup masif digencarkan sejak 2009. Ketika itu Bank Indonesia (BI) mendorong industri perbankan agar bisa mengedepankan aspek lingkungan pada portofolio kreditnya.
"Pada akhir 2017, ada landasan baru yang diyakini mampu mendorong pembangunan sektor keuangan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Penerbitan POJK Nomor 60/2017 tentang Green Bond menjadi pintu masuk bagi penerbitan obligasi ramah lingkungan," papar Rahajeng.
Namun hingga kini, besarnya porsi obligasi sebagai sumber pembiyaan perbankan Indonesia selama ini, masih sedikit yang bersinggungan dengan aspek keuangan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
"Sebenarnya, Indonesia bisa menggali lebih dalam penggalangan dana terkait pembangunan berkelanjutan dan perubahan iklim melalui pasar modal atau pun industri keuangan nonbank ( IKNB ). Lembaga jasa keuangan harus lebih kreatif menghimpun dana dari nasabah yang peduli pada lingkungan dan sosial," tuturnya.
Rahajeng menyebutkan, pada April 2019 kelompok bank BUKU 3, BUKU 4 dan bank asing akan diminta oleh OJK agar melaporkan keuangan berkelanjutan dalam kegiatan bisnisnya. Dia menambahkan, sejauh ini sejumlah negara berkembang mulai melakukan berbagai pembaruan mengenai pengelolaan dan pelaporan risiko lingkungan dalam kegiatan penyaluran kredit serta adanya insentif pasar bagi pinjaman untuk proyek ramah lingkungan.
Upaya mendorong pemenuhan ketentuan yang diatur melalui POJK No.51/2017 dan POJK No.60/2017, menurut Rahajeng, sebaiknya bisa dibarengi dengan peningkatan peran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan maupun Bank Indonesia (BI) dari sisi kebijakan makroprudensial.
IFC - organisasi di dalam kelompok World Bank Group - mengharapkan, Kementerian LHK bisa mengembangkan profil-profil perusahaan yang mengedepankan aspek keuangan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup. Sementara itu, BI melalui kebijakan makroprudensial bisa memberikan ukuran-ukuran mengenai kontribusi perbankan terhadap pembangunan berkelanjutan dan melakukan  stress test  terkait risiko perubahan iklim. (Budi)

Sumber : Admin