Isu Pengetatan Moneter The Fed Dorong Yield Obligasi AS, Rupiah Kalah 20 Poin
Wednesday, October 27, 2021       16:20 WIB

Ipotnews - Kurs rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan pada penutupan perdagangan Rabu (27/10), saat isu rencana pengetatan moneter oleh Federal Reserve (The Fed) berupa pengurangan pembelian aset dan kenaikan suku bunga, mendorong imbal hasil obligasi pemerintah AS naik.
Mengutip data Bloomberg, Rabu (27/10) pukul 15.00 WIB, kurs rupiah ditutup pada level Rp14.172 per dolar AS, melemah 20 poin atau 0,14% apabila dibandingkan dengan posisi penutupan pasar spot pada Selasa (26/10) di level Rp14.152 per dolar AS.
Direktur PT. TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan rupiah melemah karena rencana pengurangan stimulus moneter dan kenaikan suku bunga acuan The Fed mendorong imbal hasil obligasi pemerintah AS naik. "Ditambah lagi yang kepercayaan konsumen AS naik pada Oktober 2021 karena kekhawatiran tentang inflasi yang tinggi diimbangi oleh prospek pasar tenaga kerja yang positif, menunjukkan pertumbuhan ekonomi AS meningkat," kata Ibrahim dalam keterangan tertulis, Rabu sore.
Faktor kedua, investor tengah waspada menanti hasil rapat kebijakan moneter Bank of Japan (BOJ) dan European Central Bank (ECB), yang hasilnya akan dirilis Kamis (28/10).
Bank of Japan diperkirakan akan mempertahankan program stimulus besar-besaran dan memangkas perkiraan inflasi tahun ini. BOJ diperkirakan tidak berniat mengikuti bank sentral lain untuk mengurangi stimulus moneter demi mengatasi dampak dari pandemi Covid-19.
"Selain itu pelaku pasar juga berharap ECB akan mengambil sikap dovish ketika pengumuman besok," ujar Ibrahim.
Selain itu, pelaku pasar terus mengamati pelaksanaan pemerintah dalam menjalankan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang berjalan. Salah satu yang akan difokuskan oleh pasar adalah langkah pemerintah melakukan pergeseran atau relokasi anggaran antar-kluster dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp744 triliun yang akan diarahkan untuk pos kesehatan dan perlindungan sosial.
"Ini akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 yang diprediksi akan membaik dibandingkan tahun 2020," tutup Ibrahim.(Adhitya)

Sumber : admin