Kinerja Mata Uang Menjadi Kunci Keberhasilan Obligasi Asia untuk Memikat Investor
Friday, July 03, 2020       15:32 WIB

Ipotnews - Indonesia dengan mudah mengalahkan India pada kuartal terakhir dalam persaingan memperebutkan investor obligasi berimbal hasil tinggi Asia, didukung oleh kebangkitan kembali rupiah. Kinerja mata uang diperkirakan akan tetap menjadi pendorong utama kinerja obligasi untuk sisa tahun ini.
Berdasarkan data Bloomberg, selama tiga bulan terakhir hingga akhir Juni lalu, obligasi dolar Indonesia telah memberikan  return  sekitar 21% kepada investor. Reli rupiah menyumbang hampir 15% dari jumlah tersebut. Obligasi Filipina menghasilkan  return  sekitar 15% dan Thailand di bawah 10%. Sementara itu, India hanya menghasilkan 4% karena rupee mengakhiri kuartal hampir tanpa perubahan.

Bloomberg memperkirakan bank-bank sentral di Indonesia dan India hanya akan melakukan pemotongan kecil pada suku bunga acuan mereka di paruh kedua tahun ini; 40 basis poin di India, dan 25 basis poin di Indonesia. "Ini berarti penambahan durasi  gain  tidak mungkin menjadi faktor besar dalam  return  obligasi selama periode tersebut," tulis Bloomberg, Jumat (3/7).
Setelah mengalami reli pada kuartal lalu, Rupiah dinilai rentan mengalami tekanan penurunan pada kuartal selanjutnya. Putaran berikut kebijakan pelonggaran Bank Indonesia, menurut Bloomberg, berpotensi untuk membeli sebanyak USD40 miliar obligasi pemerintah dengan imbal hasil mendekati nol. Hal ini berisiko mengekspos Rupiah dalam tekanan penurunan tajam, terutama jika sentimen global memburuk.
Kinerja obligasi Indonesia juga lebih terekspos oleh minat investor luar negeri, karena investor asing memiliki sekitar 30% dari obligasi pemerintah. Sedangkan di India, hanya sekitar 2% obligasi pemerintah yang dimiliki asing. Kondisi ini berisiko membuat Indonesia menjadi lebih menderita jika terjadi putaran kedua wabah virus korona dalam proses pemulihan sentimen global.
Sementara itu, kinerja rupee cenderung akan bergantung pada apakah Reserve Bank of India siap membiarkan mata uangnya terapresiasi. Menurut Bloomberg, otoritas moneter adalah kontributor besar untuk kinerja buruk rupee pada kuartal terakhir, dengan menyedot dolar untuk memperkuat cadangan devisa. Cadangan devisa Inida naik ke rekor USD508 miliar bulan lalu, dari USD429 miliar pada September lalu.
Dari perspektif valuasi, rupee terlihat relatif murah. Nilai tukar riil efektif rupee adalah 1,1 deviasi standar di bawah rata-rata lima tahun, sedangkan untuk rupiah mencapi 1,4 deviasi standar di atas rata-rata lima tahun. Berdasarkan studi Bloomberg, mata uang yang dinilai lebih murah secara bulanan cenderung lebih sering menunjukkan  return  positif terhadap dolar, daripada mata uang pesaingnya, pada tahun berikutnya.
Namun dalam beberapa hal, prospek obligasi Indonesia terlihat lebih positif daripada India, karena rasio utang terhadap PDB yang lebih rendah, manajemen fiskal yang lebih baik, dan tekanan inflasi yang lebih rendah. Fakta tersebut seharusnya membuat imbal hasil riil obligasi Indonesia tetap lebih menarik.
Namun pada akhirnya, faktor utama yang menentuka hasil investasi komparatif bagi investor luar negeri di kedua pasar kemungkinan adalah kinerja mata uang mereka masing-masing. (Bloomberg)

Sumber : Admin