Obligasi Emerging Market Lebih Tangguh Hadapi Risiko Virus Korona
Friday, February 14, 2020       17:29 WIB

Ipotnews - Obligasi dalam mata uang lokal di  emerging market  terbukti lebih tangguh dalam menghadapi wabah virus korona daripada ekuitas. Daya tahan obligasi ditopang oleh kebijakan moneter proaktif dan ketidakpastian pendapatan perusahaan.
Para analis menilai, bank-bank sentral di  emerging market  (EM) telah bertindak cepat dalam menghadapi ancaman virus.Dabnk sentral Malaysia, Thailand dan Filipina memangkas suku bunga, sedangkan Singapura dan Indonesia memberikan panduan ke depan yang  dovish . Sementara itu, para analis justru berlomba-lomba menurunkan perkiraan laba perusahaan ketika wabah virus korona mulai menguncang China.
Indeks Obligasi Pemerintah EM dalam mata uang lokal versi Bloomberg Barclays hanya turun 0,3% sejak pasar pertama kali mengkhawatirkan wabah pada 21 Januari. Sedangkan Indeks MSCI Emerging Market anjlok sekitar 3% dalam kurun waktu yang sama. Seiring dengan itu, pergerakan dana investasi asing di negara berkembang mengalami aliran keluar neto karena lebih terkonsentrasi di saham, dan penarikan dana dari obligasi jauh lebih sedikit.
"Obligasi  emerging market  mendapat dukungan karena masih ada ruang untuk tambahan penurunan suku bunga. Sedangkan kenaikan lebih lanjut untuk ekuitas dibatasi dari perspektif valuasinya," kata Satoru Matsumoto, manajer investasi Asset Management One Co., Tokyo. "Laba korporasi sebagai katalis utama untuk kinerja saham, mungkin akan mulai memperlihatkan dampak dari virus korona dalam waktu dekat," imbuhnya seperti dikutip Bloomberg, Jumat (14/2).
Tanda-tanda kegelisahan investor terhadap ancaman virus korona terlihat di saham negara berkembang, di mana realisasi volatilitas melonjak ke level tertinggi sejak September. Sementara itu, ukuran tekanan pasar untuk obligasi -  credit default swaps  - tetap relatif lemah.
Di beberapa negara EM, investor membanjiri pasar obligasi karena investor mengacu ke bank sentral. Menurut Financial Supervisory Service, hingga kemarin (Kamis, 13/2), investor asing telah menjadi pembeli bersih surat utang Korea Selatan selama 24 hari berturut-turut karena ekspektasi penurunan suku bunga di Negeri Ginseng itu meningkat.
Tapi kenyataan tidak semua negara berkembang menikmati keuntungan itu. Pengelola dana global malah menjual obligasi negara Indonesia dengan pada laju tercepat dalam hampir satu dekade sejak sentimen wabah virus korona merebak. Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan suku bunga, ketika negara-negara tetangga melonggarkan kebijakan moneternya.
Di luar Asia, bank sentral Brasil memangkas suku bunga ke level terendah pada pekan lalu, dengan menambahkan peringatan bahwa wabah virus koronayang berkepanjangan dapat semakin memperlambat pertumbuhan global.
"Kombinasi dari suku bunga riil yang menarik dan pelonggaran moneter yang sedang berlangsung di EM membuat obligasi dalam mata uang lokal menarik," kata Alexander Wolf, kepala strategi investasi Asia di JPMorgan Private Bank, Hong Kong. "Untuk ekuitas, itu tergantung dampaknya pada guncangan pertumbuhan," Wolf menambahkan.
Meskipun secara historis ekuitas cenderung cepat pulih setelah mengalami aksi jual, berkat aksi  buy-the-dip  investor, visibilitas atas dampak virus pada keuntungan masih sangat kurang. Perkiraan laba indeks MSCI Emerging Markets telah turun lebih dari 1% sejak pertengahan Januari, tetapi hanya sedikit berubah dibanding sejak awal.
"Dalam kondisi ketidakpastian tentang seberapa dalam kerusakan akibat virus korona pada laba perusahaan dan pertumbuhan ekonomi," investor tidak mungkin untuk membeli ekuitas EM secara agresif pasar berkembang, kata Tsutomu Soma, trader obligasi Monex Inc., Tokyo. "Lebih masuk akal untuk membeli obligasi daripada ekuitas di EM," tegasnya.
Yang pasti, momok inflasi tetap menjadi ancaman bagi surat utang EM dan akan memberi sedikit penghiburan bagi ekuitas. Data terbaru menunjukkan laju indeks harga di Taiwan mencapai level tertinggi 21 bulan, dan tumbuh tercepat dalam lebih dari setahun di Korea Selatan. Tetapi menurut Wolf dari JPMorgan, pertumbuhan adalah kunci, namun alur pertumbuhanyang tidak pasti membuat obligasi menjadi pilihan yang lebih baik untuk saat ini.
"Meskipun bisa diharapkan akan mengalami  rebound  yang kuat pada paruh kedua berkat adanya stimulus China, bagaimana dan kapan tren pertumbuhan itu akan kembali masih tidak pasti, dan membuat kami lebih menyukai surat utang daripada ekuitas," ujar Wolf. (Bloomberg)

Sumber : Admin