Optimisme Target Pertumbuhan Pemerintah Diwarnai Keraguan
Monday, August 19, 2019       18:56 WIB

Ipotnews - Optimisme Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan rencana reformasi yang ambisius terancam oleh prospek ekonomi global yang semakin memburuk. Menimbulkan keraguan, termasuk dari dalam pemerintahan, terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Meskipun mengakui akan tingginya risiko, Nota Keuangan yang dibacakan di depan parlemen, akhir pekan lalu, mencantumkan target pertumbuhan ekonomi tahun depan sebesar 5,3%. Jika terwujud, target itu akan menjadi laju tercepat yang dapat dicapai dalam tujuh tahun terakhir.
Rancangan anggaran pengeluaran tahun 2020, meningkatkan rekor pengeluaran tertinggi sebesar Rp2.528,8 triliun (USD 178 miliar), dan memproyeksikan defisit fiskal yang lebih sempit. Namun keraguan atas proyeksi tersebut segera muncul, seiring dengan meningkatnya volatilitas, penurunan permintaan dan peningkatan perang dagang global.
Mengacu pada ketidakpastian yang tumbuh dalam perekonomian global, dan kemungkinan resesi di beberapa negara, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan angka-angka yang diuraikan dalam anggaran belum " fixed ." "Kami melihat ada risiko penurunan, yaitu melemahnya pertumbuhan ekonomi global," kata Sri Mulyani kepada wartawan akhr pekan lalu.
Dengan kondisi ekspor yang terus merosot memasuki bulan kesembilan dan menipisnya perkiraan pertumbuhan tahun ini, serta lingkungan global dimana " beberapa negara mengalami bahkan resesi", Sri Mulayani mengatakan, "mungkin sulit untuk mempercepat" pertumbuhan pada tahun 2020.
"Lingkungan global akan membawa ketidakpastian," ujarnya. "Pertanyaannya adalah apakah sumber pertumbuhan domestik dapat mengimbangi itu," Sri Mulyani menambahkan.
Sejauh ini, kemunduran global telah menghambat laju pertumbuhan pada tahun ini. Pertumbuhan ekonomi kuartal II hanya tumbuh 5,05%, terlambat dalam dua tahun terakhir. Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi sepanjang2019 diperkirakan hanya akan mencapai 5,2%.
Sejumlah analis juga mempertanyakan proyeksi ekonomi yang tercantum dalam rancangan anggaran pemerintah. "Kadang-kadang kita perlu optimisme," David Sumual, kepala ekonom Bank Central Asia."Tetapi jika Anda bertanya apakah itu realistis, saya pikir kita dapat melihat bahwa faktor-faktor eksternal akan memainkan peran utama," imbuhnya seperti dikutip Bloomberg, Senin (19/8).
"Ini berlawanan dengan intuisi bahwa pemerintah mengharapkan pertumbuhan yang lebih tinggi tetapi juga berencana untuk menurunkan defisit," kata Sumual. "Kita juga tidak bisa berharap banyak dari pendapatan bukan pajak dengan harga komoditas yang masih rendah."
Menurut Enrico Tanuwidjaja, kepala ekonom dan riset UOB Indonesia, target pertumbuhan pemerintah "cukup optimistis" dengan memperhatikan prospek global. Angka 5,2% dalam kondisi seperti sekarang ini, "akan menjadi prestasi," katanya.
Rekor anggaran bermunculan di seluruh Asia, di tengah upaya pemerintah untuk mendukung perekonomian masing-masing negara dalam menghadapi prospek global yang semakin suram. Akhir pekan lalu, Thailand menjanjikan paket pengeluaran dan pinjaman senilai USD10 miliar untuk mendorong pertumbuhan menjadi 3%. Sebelumnya, Hongkong berkomitmen mengucurkan stimulus sebesar USD2,4 miliar di tengah krisis politik yang meningkat.
Anggaran tahun 2020, antara lain termasuk rekor Rp419,2 triliun untuk pembangunan infrastruktur, naik dari Rp399,7 triliun pada tahun ini. Anggaran tersebut akan digunakan untuk proyek pembuatan jalan sepanjang 837 kilometer, dan 238,8 kilometer jalur kereta api, serta pembangunan tiga bandara baru.
Selain infrastruktur, pemerintah juga berniat mendorong pertumbuhan dan produktivitas sektor manufaktur untuk meningkatkan ekspor dengan mengembangkan industri pengolahan untuk berbagai komoditas. Indonesia mencatatkan defisit perdagangan terburuk pada tahun lalu.
Meski demikian, Jokowi tetapoptimistisdan mengatakan "persepsi positif tentang Indonesia" akan mendorong investasi untuk terus mengalir ke dalam negeri. Ketika ekonomi negara lain sedang melambat, "Indonesia harus mampu tumbuh" dan krisis apa pun "harus berubah menjadi peluang," katanya. (Bloomberg)

Sumber : Admin