Pelebaran Defisit Fiskal Tak Bisa Dihindari, Tapi Belum Selesaikan Masalah
Thursday, March 26, 2020       10:56 WIB

Ipotnews - Penerimaan negara pada Febuari 2020 (Feb20) sebesar Rp220,8 triliun, atau bertambah 1,7% (yoy), bergerak lebih lambat dibanding pengeluaran yang tumbuh cepat, menjadi Rp279,4 triliun, atau meningkat 2,8% (yoy).
Tim Riset Indo Premier memperkirakan, defisit fiskal kemungkinan akan melebar menjadi lebih dari 3,0% PDB (dari 1,76% PDB yang dianggarakan) karena lebih banyak pengeluaran untuk sektor kesehatan. "Dalam pandangan kami, defisit yang melebar pada akhirnya akan menghasilkan lebih banyak pertumbuhan ekonomi, tetapi hanya cukup untuk menghindari resesi," tulis ekonom Tim Riset Indo Premier, Luthfi Ridho dan Desty Fauziah, dalam kesimpulan hasil kajiannya, Selasa (24/3).
Mereka mencatat, melambatnya penerimaan dibanding pengeluaran, sebagian besar disebabkan oleh penerimaan pajak terkait minyak yang lebih rendah, sebesar Rp6,6 triliun, dari Rp10,5tr pada tahun lalu, meskipun diimbangi dengan penerimaan pajak lainnya yang lebih tinggi. Selain itu, penerimaan bukan pajak menyusut 8,0% dari tahun lalu karena pendapatan terkait minyak yang lebih rendah.
"Dengan situasi ekonomi makro saat ini, kekurangan pajak bisa mencapai Rp385 triliun, atau menjadi 3,5% PDB (dengan asumsi tidak ada pemotongan belanja dan tidak ada peningkatan pengeluaran terkait kesehatan). Oleh karena itu, tanpa rencana yang tepat dalam manajemen fiskal, wabah virus yang memburuk dapat menyebabkan resesi," ungkap Lutfhi dan Desty.
Tim Riset berpandangan bahwa rencana pemerintah untuk memperluas defisit fiskal hingga 5% dari PDB akan cukup untuk menghindari resesi ekonomi, karena akan setara dengan pengeluaran tambahan sekitar Rp200 triliun. Pengeluaran tambahan ini kemungkinan tidak hanya mencakup biaya terkait kesehatan (sekitar Rp100tr), tetapi juga menyediakan jaring pengaman untuk industri/penduduk yang paling terkena dampak (mis. menengah ke bawah). "Kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi 3%-4% pada tahun 2020," imbuh Tim Riset.
Namun demikian, menurut Tim Riset, perlu digarisbawahi bahwa defisit fiskal yang tinggi hanya merupakan solusi sementara. "Pada awal 2021, harus ada ukuran upaya yang lebih ketat untuk mengatasi defisit fiskal, atau masalah solvabilitas, karena pendapatan pajak akan lebih rendah berdasarkan undang-undang omnibus yang baru."
Selain itu, Tim Riset berpendapat bahwa peningkatan pembiayaan defisit akan berperan penting. "Jika terlalu bergantung pada pembiayaan domestik, hal itu dapat memicu efek  crowding-out  terhadap likuiditas bank domestik," papar Tim Riset.
"Oleh karena itu, dalam pandangan kami, harus ada pembiayaan campuran antara dana multilateral, obligasi global dan obligasi Rupiah." (Tim Riset Indo Premier).

Sumber : Admin

berita terbaru