Pengelola Dana Kekayaan Negara Kurangi Investasi pada 2023
Tuesday, January 02, 2024       18:46 WIB

Ipotnews - Lembaga investasi milik negara (SOI) terkemuka di dunia berinvestasi lebih banyak di  emerging market  dibandingkan dengan wilayah lain di tahun 2023, dengan minat khusus
Rilis laporan tahunan perusahaan riset dan konsultan Global SWF terbaru menyebutkan investasi SOI negara-negara terkemumka itu memiliki perhatian khusus pada pasar China, Indonesia, Brasil, dan terutama India.
Pada tahun 2023, lembaga pengelola kekayaan negara ( sovereign wealth fund /SWF) berinvestasi lebih sedikit, dan lebih jarang, dibandingkan dengan tahun 2022. Menurut Global SWF, kondisi ini kemungkinan menandakan pendekatan yang terlalu berhati-hati, karena tidak ada penurunan modal yang dapat dimanfaatkan oleh lembaga-lembaga itu.
Rata-rata transaksi yang diinvestasikan tetap konstan pada USD0,35 miliar, tetapi jika dibandingkan dengan tahun 2022, investasi SWF turun 21% menjadi USD123,8 miliar dalam 317 transaksi. Sementara itu investasi oleh pengelola dana pensiun publik (PPF) turun 27% menjadi USD79,6 miliar dalam 267 transaksi.
"Para investor pengelola dana negara terus berjuang melewati krisis demi krisis, meskipun dengan pendekatan yang berbeda. Sebagai contoh, tidak ada konsensus mengenai eksposur ke China dalam portofolio mereka, meskipun ada ketertarikan yang konsisten terhadap Asia yang lebih luas," kata Diego Lopez, direktur pelaksana Global SWF, Singapura seperti dikutip laman Asian Investor, Salasa (1/2).
Secara keseluruhan, pemulihan pasar keuangan setelah kerugian besar pada tahun 2022, dikombinasikan dengan harga minyak yang tinggi dan berkelanjutan, telah mendorong nilai aset kelolaan industri (AUM). SWF pulih secara nyata dan mencapai puncaknya pada USD11,2 triliun; PPF meningkatkan aset mereka menjadi USD23,1 triliun, dan bank sentral hampir mendatar pada USD15,4 triliun.
Dana Investasi Publik (PIF) Arab Saudi dengan cepat menjadi pemain dominan di antara para pengloelan dana dana besar ini, dengan melakukan investasi besar dalam industri dan waralaba olahraga terkenal. PIF adalah investor pasar swasta terkemuka di tahun 2023, menurut Global SWF, dengan pengerahan dana USD31,5 miliar dalam 48 transaksi, 33% lebih banyak dari tahun 2022.
Portofolio ekuitas PIF di AS tumbuh 18% pada tahun 2023, tetapi sebagian besar karena kenaikan nilai saham-saham yang ada. Global SWF mencatat bahwa pengelola dana Saudi sangat pasif selama tahun ini dan tidak mengubah apa pun posisi utamanya.
Sementara itu, pemain dominan tradisional dalam survei semacam ini, GIC Singapura, terus aktif, tetapi tidak sebanyak pada tahun 2022. GIC mengurangi aktivitas investasinya sebesar 36% dalam volume dan 48% dalam nilai, meskipun telah menerima salah satu aliran masuk terbesar yang pernah ada dari bank sentral sebesar USD144 miliar.
Pengurangan portofolio GIC terjadi di pasar-pasar negara maju dengan mencatatkan nilai yang jauh lebih tinggi untuk aktivitas di India, China, Brasil, dan Indonesia. Global SWF mencatat bahwa perubahan selera GIC sangat signifikan karena GIC telah berinvestasi di  emerging market  pada tahun 2023 sebanyak tiga kali lipat dari yang dilakukannya pada tahun 2022.
 Return  imbal hasil tahunan selama 10 tahun, antara FY13 dan FY22, dengan kinerja terbaik adalah reksadana Selandia Baru Super, diikuti oleh CPP Kanada dan AP Fonden Swedia. Imbal hasil rata-rata dari reksadana keseluruhan mencapai 6,6% per tahun, lebih tinggi dibandingkan dengan 5,0% per tahun untuk reksadana campuran ekuitas/obligasi 60/40, dan 10% per tahun untuk S&P 500.
Laporan Global SWF menilai berbagai pendekatan yang berbeda untuk alokasi aset di seluruh Asia Pasifik. Laporan ini mencatat bahwa GIC Singapura kini mengambil pendekatan portofolio total yang lebih terperinci, yang mempertimbangkan faktor pendorong imbal hasil alfa dan beta serta menggabungkan analisis  top-down  dengan wawasan  bottom-up . Hal ini memungkinkan pengelola dana itu untuk mencakup berbagai profil  risk-return  di seluruh kelas aset dan strategi.
Australia Future Fund telah mengambil pendekatan portofolio total dengan penekanan kuat pada diversifikasi. Hal ini menyiratkan manipulasi pendorong yang lebih baru, termasuk pencarian alfa, fokus pada likuiditas dan alokasi aset yang dinamis, perubahan arah antara ekuitas DM dan EM, keranjang mata uang yang lebih luas, lebih banyak eksposur domestik (melalui infrastruktur), dan bobot yang lebih besar pada emas, komoditas, barang berwujud, dan aset alternatif.
Sedangkan NZ Super, telah lama menjadi pendukung untuk melakukan  strategic tilting , yaitu perubahan aktif jangka pendek relatif terhadap portofolio referensi untuk meningkatkan eksposur ke kelas aset yang kurang bernilai. Pengelola dana Negeri Kiwi ini telah mempertahankan keberadaan alfa iklim dan memperkenalkan strategi investasi berkelanjutan yang baru. Pengelola dana ini juga sedang mengembangkan manajer portofolio bertenaga AI yang memprediksi kinerja saham dan mempertimbangkan seluruh "faktor kebun binatang" yang bebas dari bias manusia.
KIC Korea terus menargetkan 25% dari portofolionya untuk dialokasikan ke aset alternatif pada tahun 2025, meningkat dari 17,5% pada akhir 2021, dengan membidik peluang di bidang teknologi, perawatan kesehatan, dan modal ventura. Sementara itu, NPS Korea berusaha mendiversifikasi portofolionya berdasarkan rencana lima tahun yang diumumkan pada Mei 2023 lalu, untuk meningkatkan alokasi aset alternatif melalui mandat kepada manajer eksternal.
Terlepas dari minat yang kuat terhadap AI dan permesinan pada tahun 2023, investasi modal ventura (VC) di bidang teknologi merosot 85% dari tahun 2022. Setelah mewakili 42% dari total nilai kesepakatan VC pada tahun 2022, pada tahun 2023 sektor ini hanya menyumbang 13%. Teknologi tergeser oleh VC di sektor keuangan  emerging  market dan  startup  ritel, yang mempertahankan momentum pandemi ketika  e-commerce  di pasar yang lebih besar seperti India, Indonesia, dan Malaysia mulai meningkat.
Secara keseluruhan, investor menempatkan lebih banyak dana pada apa yang disebut aset hijau daripada yang disebut aset hitam pada tahun 2023, Dana yang digelontorkan mencapai maksimum historis USD25,9 miliar kepada perusahaan yang terkait dengan transisi energi, termasuk energi terbarukan, penyimpanan baterai, dan kendaraan listrik.
Hampir separuh dari penempatan dana di aset hijau itu berasal dari SWF negara-negara teluk. Laporan Global SWF menyebutkan kecednerungan tersebut ikut mendorong agenda transisi energi dan mendaur ulang pendapatan dari aset hitam menjadi investasi berdampak hijau.
Laporan tersebut juga menyoroti bahwa GIC Singapura secara agresif mengejar agenda energi hijau pada tahun 2023, dan mempertahankan posisi terdepan dengan hampir USD5 miliar, menyamai tingkat pada tahun 2022. Temasek juga berfokus pada perusahaan rintisan dengan teknologi baru untuk memajukan energi terbarukan, baterai, dan proses industri rendah karbon. (asianinvestor.net)

 SOI assets under management 

Sumber : admin

berita terbaru
Thursday, May 02, 2024 - 18:28 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of MNCN
Thursday, May 02, 2024 - 18:25 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of JKSW
Thursday, May 02, 2024 - 18:24 WIB
Dividen Tunai TUGU Mei 2024
Thursday, May 02, 2024 - 18:21 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of GSMF
Thursday, May 02, 2024 - 18:17 WIB
Dividen Tunai PTMP Mei 2024
Thursday, May 02, 2024 - 18:09 WIB
Indonesia Market Summary (02/05/2024)
Thursday, May 02, 2024 - 17:23 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of SKLT