Penurunan Harga Gas Bakal Ganggu Pembangunan Infrastruktur Gas Bumi : Pengamat
Friday, April 03, 2020       17:50 WIB

Ipotnews - Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral ( ESDM ) menurunkan harga gas industri mulai 1 April 2020 ini dinilai bakal menghambat pembangunan infrastruktur. Bahkan kebijakan itu juga dinilai akan menghambat penyebaran penggunaan gas bumi di berbagai daerah di Indonesia. Padahal pemerintah sendiri bertekad memaksimalkan penggunaan gas bumi sebagai sumber energi yang lebih ramah lingkungan.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan. Menurutnya kebijakan pemerintah tersebut berpotensi menggagalkan Rencana Induk Infrastruktur Gas Bumi Indonesia 2016-2030 yang disusun oleh Kementerian ESDM . Sesuai rencana induk tersebut, berbagai aspek infrastruktur gas bumi ditargetkan meningkat tajam di tahun 2030 nanti.
"Pembangunan infrastruktur gas bumi akan semakin sulit dan terbatas. Dengan harga gas yang rendah dan toll fee yang terus dipangkas, tidak akan banyak perusahaan yang berani berinvestasi di industri hilir, terutama infrastruktur gas bumi," kata Mamit dalam keterangannya, Jumat (3/4).
Mamit menambahkan pembangunan infrastruktur gas bumi akan terganggu lantaran minim investor akibat penurunan harga gas industri. Padahal dalam pembangunan infrastruktur gas mutlak diperlukan investor besae lantaran biaya investasinyanyang mahal. Misalnya panjang pipa open acces ditargetkan bertambah menjadi 9.992,02 Km dari semula 4.296,59 km di tahun 2016. Artinya ada penambahan pipa open acces baru sepanjang 5.695,43 km. Sementara pipa dedicated hilir ditargetkan naik dari 5.161,12 km (2016) menjadi 6.301,82 km pada tahun 2030. Sehingga di tahun 2030 total panjang pipa gas bumi Indonesia mencapai 16.364,31 Km.
"Tanpa adanya penambahan infrastruktur gas bumi, produksi gas kita akan lebih banyak di ekspor. Ini juga akan jadi masalah baru di masa depan. Sangat aneh sebuah kebijakan yang disusun matang dan sudah diputuskan pemerintah, dikorbankan hanya untuk kepentingan sektor tertentu dan jangka pendek," imbuhnya.
Mamit menegaskan, Kementerian ESDM seharusnya fokus melaksanakan Peraturan Menteri ESDM Nomor 58 Tahun 2017 tentang harga jual gas bumi melalui pipa pada kegiatan usaha hilir migas yang sudah efektif berlaku per Juli 2019. Sayangnya aturan itu sampai sekarang belum dilaksanakan juga. Permen tersebut adalah salah satu upaya yang dibangun oleh Kementerian ESDM sendiri untuk membuat rasionalisasi dan transparansi dalam perhitungan harga jual gas bumi.
Mamit menekankan bahwa seharusnya pelaksanaan penurunan harga gas bumi untuk industri tetap menjaga keberlangsungan usaha dari badan usaha hilir gas bumi. Apalagi sesuai rencana pembangunan major project dalam RPJMN 2020-2024, butuh pendanaan dari badan usaha untuk pembangunan infrastruktur hilir gas bumi sekitar Rp43,3 triliun. Jumlah itu sebesar Rp36,4 triliun untuk pembangunan pipa gas bumi Trans Kalimantan dan Rp6,9 triliun merupakan kontribusi BUMN untuk pembangunan 4 juta sambungan jargas rumah tangga.
"Kebijakan menteri ESDM sekarang ini akan membuat banyak daerah sulit mendapatkan manfaat dari besarnya produksi gas bumi di dalam negeri. Siapa yang berani investasi besar jika pengembalian investasinya sulit diprediksi?" tegasnya.
Sebelumnya usai rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo pada 18 Maret 2020, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan rencana penurunan harga gas industri. "Rencana penurunan harga gas menjadi USD6 (per mmbtu) mengikuti Perpres Nomor 40 tahun 2016. Untuk bisa menyesuaikan harga USD6 per mmbtu tersebut, maka harga gas di hulu harus bisa diturunkan antara USD4-4,5 per mmbtu dan biaya transportasi dan distribusi bisa diturunkan antara USD1-1,5 per mmbtu," ungkap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif pasca Rapat terbatas tersebut.
(Marjudin)

Sumber : admin