Penurunan IHSG Masih Sejalan dengan MSCI, Investor Disarankan Tetap Defensif
Thursday, March 19, 2020       11:38 WIB

Ipotnews - Tim Riset Indo Premier mencatat, tekanan dampak wabah virus korona telah menyebabkan penurunan IHSG sebesar 29% sepanjang tahun ini (YTD), sejalan dengan penurunan indeks MSCI EM dan World Index, masing-masing sebesar 25% dan 28% YTD.
Dampak penyebaran Covid-19 juga menyebabkan tidak terhindarkannya pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat, demikian pula dengan revisi EPS. "Kami masih melakukan revisi EPS 11% untuk 2020, dan akan lebih banyak penurunan jika situasi ini berkepanjangan," tulis analis Tim Riset Indo Premier, Jovent Muliadi, Timothy Handerson, Anthony dalam kesimpulan hasil risetnya, Rabu (18/3).
Mereka menilai, lonjakan kasus Covid-19 di AS dan Indonesia, serta pelemahan rupiah merupakan risiko terdekat yang perlu dicermati. "Indeks volatilitas (VIX) juga selalu berada di posisi tertinggi menunjukkan volatilitas yang berkepanjangan," mereka menambahkan.
Wabah virus korona mulai menyebar pada bulan Januari, yang semula dianggap hanya terkonsentrasi di China dan sekarang menyebar di seluruh dunia (Eropa dan Iran melaporkan sebagian besar kasus infeksi di luar China). WHO menyatakan wabah ini sebagai pandemi global (yang ketiga kalinya dalam sejarah WHO) pada 11 Maret.
Indonesia baru melaporkan kasus pertamanya awal bulan ini (2 Maret), meskipun diragukan oleh WHO dan negara-negara tetangga, dan sekarang telah menyatakan wabah Covid-19 sebagai bencana nasional (tetapi bukan darurat nasional) hingga 29 Mei 2020.
Dari sudut pandang statistik, Tim Riset menilai kasus kapal pesiar Diamond Princess Cruise bisa menjadi contoh kasus yang menarik tentang penyebaran Covid-19. Kasus ini mempunyai angka penyebut yang pasti - dalam hal ini total penumpang, dan juga mengeliminasi kekhawatiran akan keakuratan tes karena penumpang kapal dites secara teratur.
Di kapal itu, tingkat infeksi ( infection rate ) mencapai 19%, atau 696 dari 3.711 penumpang, dan tingkat kematian ( mortality rate ) sebanyak 1%, atau 7 dari 696 terinfeksi, tampaknya cukup meyakinkan. Perlu dicatat bahwa kapal ini dikarantina selama sebulan, sehingga, "Kami pikir mempunyai cukup waktu untuk melihat level puncaknya dimana sebagian besar negara melaporkan kasus puncak sekitar 22-33 hari," ungkap Tim Riset.
Analisis statistik Tim Riset menunjukkan bahwa virus korona memiliki tingkat infeksi yang lebih rendah (0,2 basis poin, dibanding 2bp pada pandemi terakhir H1N1), tetapi tingkat kematian lebih tinggi (3,9% vs 1,4% untuk H1N1). Di berbagai negara, tingkat infeksi adalah 1-5bp (vs 0,01bp di Indonesia ) sementara tingkat kematian sekitar 0,2-7,7% (vs 3,7% di Indonesia). Tingkat pemulihan global berkisar 0,2-84% (vs 6% di Indonesia).
"Perhatikan bahwa tingkat infeksi saat ini sebesar 0,01bp (sebagai persentase dari populasi) tampaknya rendah karena kurangnya laboratorium pengujian (12 laboratorium di seluruh Indonesia) dan rumah sakit (hanya 8 rumah sakit di Jakarta yang disertifikasi untuk merawat pasien korona), masalah yang mirip dengan negara lain," papar Tim Riset.Oleh karena itu, Tim Riset menilai, pembatasan yang lebih ketat (terutama untuk 2 minggu ke depan) menjadi sangat penting.
Sementara itu, Tim Riset memperkirakan, konsekuensi ekonomi dari virus korona mungkin baru dirasakan pada bulan Maret dan berpotensi memburuk karena banyak kantor/bisnis mulai menerapkan kebijakan kerja dari rumah.
"Ini akan sangat mempengaruhi mal, F&B, pengecer dan hotel. Ekonom kami memperkirakan pertumbuhan PDB 4,5% pada tahun 2020 (-50bp) dengan kemungkinan pertumbuhan PDB 4% - tergantung pada durasi wabah," lanjut Tim Riset.
Kekhawatiran terbesar saat ini adalah, jika wabah ini berlanjut hingga Idul Fitri di bulan Mei. "Analisis sensitivitas yang kami jalankan pada 4,5% PDB dengan nilai tukar Rp15rb akan menimbulkan penurunan laba 11% terhadap estimasi awal kami," ungkap Jovent dkk.
Penurunan IHSG 29% YTD, yang sejalan dengan penurunan MSCI EM/World Index sebesar 25-28%, diperdagangkan pada posisi 10,3x P/E FY20 (11,6x P/E dengan penyesuaian laba per saham [EPS]). Valuasi tersebut lebih rendah dari rata-rata 10 tahun yang mencapai 15X, mendekati level 2008, sehingga menjadi lebih menarik.
"Namun, kami merekomendasikan investor untuk tetap bertahan, bersiap menghadapi lonjakan kasus Covid-19 (baik di AS dan Indonesia) dan melemahnya Rupiah (memukul kepercayaan). Indeks VIX yang tinggi sepanjang masa (melebihi level 2008) juga menunjukkan periode volatilitas yang berkepanjangan." (Tim Riset Indo Premier).

Sumber : Admin