Reli Komoditas Dukung Mata Uang Emerging Market, Bisa Berbeda pada Bursa Saham
Tuesday, May 04, 2021       14:30 WIB

Ipotnews - Reli harga komoditas memperkuat prospek mata uang  emerging market  (EM), namun dukungan yang diberikan terhadap bursa saham bisa berbeda karena adanya risiko inflasi yang lebih tinggi.
Indeks Spot Komoditas Bloomberg berada di level tertinggi sejak 2012 dan diekspektasikan akan lebih banyak lagi kenaikan seiring meningkatnya aktivitas sosial global yang beranjak keluar dari pandemi.
Menurut Gaurav Patankar dari Bloomberg Intelligence, tren ini sangat mendukung beberapa mata uang EM. Societe Generale SA berpendapat sinyal penguatan ekonomi secara keseluruhan mendukung bursa saham meskipun ada risiko terhadap margin keuntungan.
"Secara umum,  emerging market  dan mata uang pasar EM tertentu adalah penerima manfaat terbesar," kata Patankar, kepala strategi ekuitas EM Bloomberg Intelligence, seperti dikutip Bloomberg, Selasa (4/5).
Dia mengacu kepada ekuitas dan mata uang negara-negara yang sarat komoditas seperti Brasil, Meksiko, Afrika Selatan, Malaysia dan Indonesia. Kenaikan harga komoditas, menurutnya, juga menambah valuasi pasar.
Harga berbagai komoditas mulai dari tembaga hingga jagung telah melonjak, menambah tekanan inflasi dan memaksa investor untuk mempertimbangkan implikasinya terhadap aset lain.
Prospek kenaikan harga komoditas bisa menimbulkan kerumitan karena adanya kemungkinan lompatan besar harga komoditas lebih lanjut yang dapat menyebabkan pembuat kebijakan mengurangi stimulus dalam jumlah besar yang telah mendukung pasar secara umum.
Indeks Komoditas Bloomberg naik 65% selama setahun terakhir, sementara indeks saham global telah naik 48% dan Indeks Mata Uang Pasar Berkembang MSCI melaju sekitar 10%. Peluncuran vaksin dan dukungan kebijakan pemerintah memicu pemulihan ekonomi global.
Indeks bahan mentah dan indeks mata uang sekarang ini lebih banyak bergerak bersama-sama daripada di awal 2021 lalu, ketika korelasi 30 hari antara keduanya hampir berubah menjadi negatif. Sebaliknya, korelasi antara saham global dan komoditas mengalami penurunan.
Namun demikian, pemikiran tradisional terkadang masih memperdebatkan peran ekuitas sebagai lindung nilai inflasi terus berkecamuk di antara ahli strategi dan investor.
"Ekuitas, terutama yang memiliki kekuatan harga yang kuat dan valuasi yang wajar - untuk menghindari dampak valuasi dari suku bunga yang lebih tinggi - jelas diposisikan lebih baik daripada kelompok aset yang tidak memberikan perlindungan dari inflasi," kata Joshua Crabb, manajer uang senior di Robeco, Hongkong.
Satu pertanyaan kuncinya adalah apakah margin keuntungannya rentan, membiarkan saham terekspos di tengah valuasinya yang tinggi. Kepala Strategi Ekuitas Asia Societe Generale, Frank Benzimra berpendapat ekuitas masih bisa bergerak naik bersama komoditas.
"Ya, Anda bisa melihat harga input meningkat, tapi perlu diingat mengapa ini terjadi - karena pertumbuhan sedang melambung," ujar Benzimra. "Efek nettonya terhadap pendapatan bersih perusahaan adalah positif," imbuhnya.
Di obligasi, patokan imbal hasil US Treasury 10-tahun telah naik lebih dari 70 basis poin tahun ini. Tetapi aksi jual utang terhenti pada bulan April meskipun merupakan bulan yang kuat untuk komoditas, karena investor mempertimbangkan apakah tekanan harga akan bersifat sementara.
"Kesenjangan output global tetap lebar, yang akan membantu menjaga inflasi tetap terkendali," kata Mary Nicola, manajer portofolio, multi-aset global di PineBridge Investments.
Beberapa analis melihat ruang untuk setidaknya kenaikan moderat dalam imbal hasil dari level 1,6% saat ini.
"Pemulihan yang sedang berlangsung akan menjadi faktor penentu imbal hasil obligasi," kata John Woods, kepala investasi Asia-Pasifik di Credit Suisse Group AG. Ia mengekspektasikan imbal hasil US Trreasury 10-tahun akan naik hingga 1,8% dalam tiga bulan. (Bloomberg)


Sumber : Admin