Risiko EM Meningkat Setelah Terbitkan Rekor Surat Utang Luar Negeri USD191 Miliar
Friday, April 23, 2021       18:13 WIB

Ipotnews - Pemerintah dan perusahaan di negara berkembang menarik pinjaman dari pasar luar negeri dengan mencatatkan rekor baru di kuartal I-2021. Risikonya meningkat karena beberapa negara mengalami kebangkitan kembali kasus infeksi virus korona.
Menurut data Dealogic and Moody's Investors Service, penarikan pinjaman melalui  eurobonds  - surat utang yang diterbitkan di luar negeri, sebagian besar dalam dolar, euro, dan yen - mencapai puncak kuartalan baru pada Maret lalu, dengan penggalangan dana mencapai USD191 miliar.
Data menunjukkan, penerbitan surat utang pada kuartal pertama meningkat pesat pada peminjam dengan peringkat di bawah layak investasi ( investment grade ), mengindikasikan tingginya permintaan untuk aset berisiko.
"Pasokan dan permintaan sama-sama berperan," kata Atsi Sheth, kepala global  emerging market  (EM) di Moody's. "Di sisi penawaran, terdapat peningkatan kebutuhan keuangan di pemerintahan dan perusahaan EM. Di sisi permintaan, kondisi keuangan global masih cukup likuid dan masih ada pengelola dana yang memburu  return ," imbuhnya, seperti dikutip Financial Times, Jumat (23/4).
Akan tetapi dengan banyaknya negara berkembang yang harus berjuang melawan kebangkitan kasus infeksi virus, dan lonjakan imbal hasil obligasi sejak awal 2021, analis dan investor berpendapat, risiko aset EM menjadi meningkat.
IMF bulan ini menaikkan perkiraan untuk pertumbuhan global tahun ini dan tahun depan, tetapi memperingatkan adanya "perbedaan pemulihan ", dengan sebagian besar pemulihan negara berkembang tidak sebaik negara maju, dan dalam beberapa kasus lebih buruk dari perkiraan sebelumnya.
Mata uang rupee India rontok karena gelombang baru keganasan virus korona mengancam pemulihannya. Negara itu menetapkan tonggak sejarah yang suram pada Rabu lalu, dengan melaporkan rekor 315.000 infeksi virus korona dalam sehari, melampaui rekor yang sebelumnya terjadidi AS pada awal tahun ini.
Ekonomi Brasil, yang sebelumnya diperkirakan akan terangkat oleh gelombang permintaan ekspor dari China, malah berisiko tergelincir lagi karena pemberlakuan kembali penguncian akibat penyebaran virus yang tak terkendali. Angka kematian juga melonjak kembali di Eropa Tengah dan Eropa Timur.
"Penanggulangan pandemi jelas merupakan kunci pemulihan, dan itu tidak ada di banyak EM besar," kata Sheth.
Kondisi keuangan juga sedang berubah. Setelah penarikan cepat dalam skala besar dari aset EM pada permulaan pandemi, investor kembali dalam membanjiri, dengan terpilihnya Joe Biden sebagai presiden AS November lalu. Peluncuran vaksin di pasar maju membantu mendorong meluasnya reli aset berisiko pada tahun ini.
Pada awal 2021, kata Phoenix Kalen, ahli strategi EM di Socit Gnrale, "Kita masih berada di ruang di mana segala sesuatunya tampak cukup terkendali". Mata uang EM bertahan, inflasi dan imbal hasil obligasi AS belum meningkat dan banyak menteri keuangan serta bendahara perusahaan di EM mampu memanfaatkan imbal hasil yang menarik untuk menghentikan utang lama dengan bunga lebih mahal.
Namun demikian, setelah itu, imbal hasil obligasi dan ekspektasi inflasi AS telah meningkat. Tekanan inflasi juga meningkat di banyak negara berkembang, sebagai akibat dari melemahnya mata uang.
"Ke depan, semuanya akan menjadi lebih rumit," kata Kalen. Dengan kembalinya volatilitas ke pasar mata uang, "menteri keuangan akan enggan menerbitkan surat utang dalam mata uang asing, dan membuat mereka lebih rentan terhadap fluktuasi mata uang."
Kantong-kantong risiko yang lebih parah mulai bermunculan. Pemerintah Brasil, khususnya, telah meminjam dari pasar domestiknya dengan tenor yang jauh lebih pendek daripada sebelum pandemi. Langkah tersebut untuk meningkatkan kemungkinan akan dapat berjuang untuk mendanai kembali surat utangnya jika pertumbuhan gagal lepas landas pada tahun ini.
"Brasil sangat menonjol," kata Tatiana Lysenko, kepala ekonom EM di S&P Global Ratings. "Ini pasti memiliki risiko  rollover  sangat besar karena utang jangka pendeknya."
Beberapa analis memperingatkan bahwa EM harus berjuang untuk pulih, bahkan ketika virus telah lebih berhasil diatasi.
Bhanu Baweja, ahli strategi UBS mengatakan, investor aset pendapatan tetap EM akan "bekerja lebih keras mulai sekarang", karena imbal hasil EM masih bergerak lebih tinggi daripada di negara maju.
"Sebagian besar hal yang mendorong harga [obligasi] lebih tinggi - menyempitnya  spread , harga komoditas yang tinggi, peningkatan perdagangan global - semuanya sudah selesai. Mulai sekarang,  spread  kredit tidak akan menjadi lebih ketat tetapi lebih luas," Baweja menambahkan.
Analis mengatakan ancaman jangka panjang juga menajam. Banyak negara peminjam memasuki masa pandemi dengan ketidakseimbangan yang parah sehingga semakin memburuk. Meskipun krisis sebelumnya telah mendorong terjadinya reformasi pada beberapa kasus, menurut Lysenko dari S&P, kali ini tampaknya tidak mungkin terjadi.
"Dalam krisis ini, saya kira kita belum melihat momentum itu," katanya. "Sebaliknya, kami lebih khawatir bahwa reformasi yang sedang dalam proses akan tertunda." (Financial Times)


Sumber : Admin