Stres Karena Khawatirkan Virus Korona Bisa Hancurkan Kehidupan 7 Kali Lebih Besar Daripada yang Diselamatkan Lockdown: Studi
Sunday, May 24, 2020       14:02 WIB

Ipotnews - Sebuah studi menunjukkan bahwa kecemasan dan gangguan sosial karena virus korona bisa menghancurkan kehidupan manusia 7 kali lebih banyak daripada yang dapat diselamatkan oleh  lockdown  yang ketat.
Studi yang dilakukan oleh Just Facts itu, dihitung berdasarkan beragam data ilmiah bahwa stres adalah salah satu bahaya kesehatan paling mematikan di dunia, dan perintah agar tetap di rumah, penghentian bisnis, pemberitaan media, serta kekhawatiran yang berdasar tentang virus, pada akhirnya dapat menelan lebih banyak nyawa daripada yang bisa diselamatkan.
"Penelitian ini melibatkan dan secara menyeluruh menjawab pertanyaan tentang penyembuhan yang lebih buruk daripada penyakitnya," kata Joseph P. Damore, Jr., M.D., pe- review  penelitian ini.
Just Facts mengompilasi studi kesehata mental, yang menunjukkan bahwa sepertiga hingga setengah dari orang dewasa AS telah "secara substansial dikompromikan" oleh reaksi terhadap pandemi, mengutip beberapa contoh termasuk survei dari American Psychiatric Association, yang menunjukkan bahwa setidaknya 36% dari orang dewasa mengatakan virus korona, "memiliki dampak serius pada kesehatan mental mereka," tulis Justr Facts, seperti dikutip laman Washington Examiner, awal Mei lalu
Studi Kaiser Family Foundation menyebutkan angka tersebut bisa lebih tinggi lagi. Setidaknya 45% orang dewasa percaya bahwa virus tersebut berdampak negatif terhadap kesehatan mental dan fisik mereka.
Responden dalam survei ini menyebutkan tekanan karena penerbangan yang ditunda, kesedihan atas kematian orang yang dicintai, berita media melebih-lebihkan bahaya virus, perintah pemerintah untuk tinggal di rumah, penutupan bisnis, kehilangan pekerjaan, dan efek negatif lainnya.
Setelah mengompilasi angka-angka stres, penelitian ini menyimpulkan bahwa setidaknya 16,8% dari 255.200.373, atau 42.873.663 orang, telah "menderita kerusakan mental besar" karena menanggapi isu-isu virus korona.
Peneliti Just Facts kemudian menyusun studi yang mencoba untuk menentukan kematian akibat stres dan kecemasan, yang menurut mereka, sangat sulit dilakukan.
Satu studi, dari Journal of American Medical Association Psychiatry, menganalisis angka kematian lebih dari 1 juta pria muda Swedia yang menjalani wajib militer. Para peneliti percaya studi khusus ini sangat relevan dengan pandemi saat ini karena "melibatkan hampir semua pria muda yang sehat di suatu negara dan mengecualikan mereka dengan gangguan mental atau fisik yang 'parah' karena mereka dibebaskan dari ujian."
Studi ini menemukan bahwa pria muda yang didiagnosis dengan gangguan neurotik dan gangguan menyesuaikan diri, 76% lebih mungkin meninggal dalam periode lanjutan, rata-rata berusia 22,6 tahun.
Setelah meninjau hasil dari semua studi yang berbeda, para peneliti menyimpulkan bahwa risiko terkecil dari peningkatan kematian adalah 20%, dengan margin kesalahan antara 13% hingga 27%. Pada ujung bawah dari 13% diterjemahkan menjadi rata-rata sekitar 1,3 tahun nyawa yang hilang per orang.
"Mereka yang menderita dampak mental yang serius karena menanggapi Covid-19 akan kehilangan rata-rata lebih dari satu tahun kehidupan," tulis studi itu. "Oleh karena itu, angka 1,3 tahun nyawa yang hilang adalah minimal dan merupakan dasar utama kedua dari penelitian ini. Ini sangat bervariasi berdasarkan orang dan bisa jadi, 50 tahun atau lebih untuk orang muda yang bunuh diri, satu bulan atau kurang untuk orang lanjut usia yang memiliki masalah jantung yang dipicu oleh rasa takut atau kesepian, dua tahun untuk orang setengah baya yang tekanan darahnya mulai meningkat lebih awal dalam kehidupan dibanding tanpa adanya stres terkait Covid-19."
Studi ini kemudian melihat penguncian dalam upaya untuk menentukan jumlah nyawa yang diselamatkan oleh tindakan itu, dan para peneliti melihat data dari Skandinavia.
"Dengan menerapkan rasio angka kematian Swedia/Finlandia sebesar 6,4 ke Amerika Serikat, jumlah maksimum orang Amerika yang bisa diselamatkan oleh  lockdown  di masa lalu dan saat ini adalah 616.590," penelitian itu menyimpulkan.
"Angka ini didasarkan pada proyeksi paling pesimistis dari 114.228 kematian di AS hingga 4 Agustus oleh Institute for Health Metrics and Evaluation di University of Washington. Ini dihitung dengan mengalikan 114.228 kematian dengan 6,4 dan kemudian mengurangi 114.228 kematian yang terjadi tanpa memprhitungkan  lockdown ."
Studi ini menunjukkan bahwa 616.590 kemungkinan berada di ujung atas karena berbagai alasan, termasuk menggunakan proyeksi kasus terburuk untuk angka kematian dan asumsi tingkat kematian Swedia relatif tidak menurun dibanding tetangganya.
Pada akhirnya, penelitian ini membandingkan proyeksi jumlah kehilangan nyawa dan nyawa yang diselamatkan dan menentukan "kegelisahan dari reaksi terhadap Covid-19 - seperti penutupan bisnis, perintah tetap di rumah, media yang terlalu nembesar-besarkan, dan kekhawatiran yang berdasar entang virus - akan memusnahkan setidaknya tujuh kali lebih banyak tahun kehidupan daripada yang bisa diselamatkan oleh penguncian. "
Para peneliti dalam studi tersebut mengatakan bahwa walaupun terdokumentasi dengan baik, tidak begitu diketahui bahwa penyakit kesehatan mental juga menyerang tubuh dan bukan hanya pikiran, dan sering menyebabkan kerusakan permanen.
"Pembuat kebijakan mendapatkan banyak saran tentang area sempit penyakit menular. Mereka tidak disarankan dengan benar mengenai masalah 'kesehatan keseluruhan'," kata Dr. Andrew Glen, profesor emeritus operasi riset di Akademi Militer Amerika Serikat dan penulis pendamping penelitian ini.
"Beberapa orang menganggap ini sebagai krisis 'kesehatan vs ekonomi.' Itu tidak benar - ini adalah 'kesehatan vs kesehatan,' dengan penderitaan kerusakan ekonomi," imbuhGlen. "Dengan memilih ' lockdown, ' pembuat kebijakan telah memilih yang lebih besar dari dua kejahatan, bukan yang lebih kecil." (Washington Examiner)

Sumber : Admin