Tiga Tantangan Berat Industri Penerbangan Di Tengah Pandemi Covid-19
Monday, July 26, 2021       19:10 WIB

Ipotnews - Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan membuat banyak sektor transportasi termasuk transportasi udara menghadapi turbulensi yang tidak pernah dihadapi sebelumnya. Kondisi ini, menurut Grant Thornton, membuat industri penerbangan menghadapi tiga tantangan sekaligus.
CEO/ Managing Partner Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani, mengatakan bahwa Covid-19 telah memberikan banyak pukulan telak terhadap industri penerbangan tidak hanya di Indonesia namun jugadi seluruh dunia. Asosiasi Transportasi Udara Internasional () memprediksi arus kas industri penerbangan akan tetap negatif selama tahun 2021 dengan potensi  cash burn  hingga USD75 miliar dolar.
"Hal ini menunjukkan bahwa persiapan industri penerbangan untuk dapat bangkit kembali membutuhkan perencanaan yang sangat matang," kata Johanna dalam keterangan tertulis, Senin (26/7).
Grant Thornton dalam laporan terbaru " Aviation: preparing the return of travel " menjabarkan 3 (tiga) poin utama tantangan kompleks yang dihadapi oleh industri penerbangan. Antara lain:
1. Likuiditas
Manajemen dan perkiraan arus kas menjadi tantangan serius bagi maskapai penerbangan dan bisnis pendukungnya. Selain pendapatan yang menurun drastis, sektor penerbangan juga masih menanggung biaya tetap dan biaya operasional yang besar. Meningkatnya Covid-19 mendorong pelaku usaha untuk mengurangi pengeluaran dan meningkatkan likuiditas.
Beberapa faktor menyebabkan perencanaan arus kas menjadi semakin sulit. Banyak maskapai penerbangan yang menggunakan tunjangan dari pemerintah untuk membayar gaji dan biaya tetap lainnya, namun tentu tidak dapat dipastikan berapa lama fasilitas tersebut akan tersedia dan apakah skemanya akan tetap sama. Selain itu masih ada kemungkinan pembatasan perjalanan dan pengaruhnya atas perilaku pelancong.
2. Biaya Operasional
Dalam industri penerbangan, cara utama untuk menurunkan biaya operasional adalah dengan mengurangi karyawan. Hal ini juga terjadi pada maskapai nasional Garuda Indonesia yang menawarkan program pensiun dini bagi karyawan mereka. Maskapai besar lainnya dari berbagai belahan dunia juga telah mengumumkan niat untuk memberhentikan sejumlah karyawan secara masif.
Namun Grant Thornton menekankan pentingnya untuk memastikan bahwa pendekatan ini tidak akan memengaruhi masa depan maskapai saat kembali beroperasi normal. Terutama terkait hilangnya karyawan-karyawan dengan keterampilan khusus.
3. Utang dan Restrukturisasi.
Untuk maskapai penerbangan, utang modal dari kepemilikan atau penyewaan pesawat memakan porsi besar dari biaya tetap mereka. Dengan kondisi perusahaan penyedia armada pesawat/ lessor  tidak mau mengambil kembali pesawat mereka, maskapai penerbangan perlu menegosiasikan kembali kesepakatan mereka dengan perusahaan  leasing  dan pembiayaan untuk mendapat penangguhan maupun penurunan suku bunga untuk jangka waktu yang masuk akal.
Dengan memperhatikan kondisi yang masih belum menentu seperti sekarang, penangguhan dan penurunan suku bunga untuk jangka waktu pendek pun bukan menjadi solusi untuk jangka panjang. Diperlukan upaya bersama antara seluruh pelaku pasar untuk mengimplementasikan solusi inovatif yang sesuai dengan disrupsi Covid-19 yang belum pernah dihadapi sebelumnya.
Johanna menegaskan meskipun terdapat ketidakpastian apakah bisnis akan kembali seperti semula, penting bagi pelaku industri penerbangan untuk mulai mempersiapkan kembalinya permintaan konsumen dan bisnis.
Kondisi pasar saat ini jelas mengakibatkan tantangan operasional dan likuiditas, namun secara bersamaan juga memberi peluang bagi maskapai yang memiliki neraca kuat dan akses ke pemberi pinjaman atau investor untuk untuk melakukan restrukturisasi secara fundamental.
Jaringan global baru yang dinamis, shared fleet management dan penentuan struktur dan metode penentuan harga (pricing modelling) akan membantu dalam mengatasi tekanan jangka panjang dan jangka menengah; memungkinkan model bisnis dan operasi untuk lebih tahan terhadap volatilitas pasar.
"Selain itu, juga perlu adanya kerja sama yang lebih erat antara pemangku kepentingan seperti maskapai dan regulator, serta organisasi yang menaungi transportasi udara," kata Johanna. (Adhitya)

Sumber : Admin