Ipotnews - Bursa saham Indonesia mengakhiri sesi perdagangan pekan ketiga Maret 2025, Jumat (21/3), dengan merosot 1,94% (-123,49 poin) ke level 6.258, ambles hampir 260 poin dibanding penutupan akhir pekan sebelumnya di posisi 6.516. Investor asing membukukan arus keluar ekuitas sebesar USD397 juta sepanjang pekan.
Dengan mencermati perkembangan selama sepekan terakhir, Weekly Commentary PT Ashmore Asset Management, menyoroti beberapa hal berikut;

Apa yang terjadi sepekan terakhir?
Ashmora mencatat sektor dengan kinerja terburuk adalah sektor Teknologi dan Consumer Cyclicals dengan penurunan masing-masing turun sebesar 8,37% dan 7,50%. Kinerja terbaik pekan ini dicatatkan oleh harga Minyak Mentah (+1,73%) dan Indeks Nikkei (+1,68%). Di sisi lain terjadi koreksi pada harga Batubara (-5,24%) dan Indeks LQ45 (-4,81%).
Ashmore juga mencatat bahwa rilis sejumlah data AS pekan ini tidak banyak memberikan kejutan. The Fed mempertahankan suku bunga karena ketidakpastian yang meningkat pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi AS, namun neraca transaksi berjalan sedikit lebih baik dari ekspektasi. Kanada mengalami inflasi utama dan inflasi inti yang lebih tinggi secara tahunan terutama karena berakhirnya keringanan pajak.
Sementara itu, sentimen ekonomi di Kawasan Eropa sedikit lebih baik ekspektasi an merupakan yang tertinggi sejak Juli. Di sisi lain, neraca perdagangan turun secara signifikan meskipun tetap positif. Jerman juga mengalami peningkatan sentimen ekonomi dengan optimisme terhadap kebijakan fiskal baru.
Di Asia, Ashmore melanjutkan, Jepang mempertahankan suku bunga tetap seperti yang diharapkan secara luas, di tengah meningkatnya ketidakpastian global terhadap perdagangan dan kemungkinan dampaknya terhadap pertumbuhan Jepang. Neraca perdagangan sedikit melemah, dan inflasi lebih rendah dari yang diharapkan. China membukukan aktivitas ritel terkuat sejak Oktober karena konsumsi yang lebih kuat pada Festival Musim Semi.
Di dalam negeri, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga tetap seperti yang diperkirakan, dengan fokus tetap pada penyeimbangan pertumbuhan serta menstabilkan Rupiah. Sementara itu, neraca perdagangan lebih baik ekspektasi dengan pertumbuhan ekspor yang lebih besar, menandai ekspansi bulan kesebelas berturut-turut.
Ekspektasi pertumbuhan AS direvisi lebih rendah
Pekan ini, pasar mengawasi rapat FOMC di mana komite mempertahankan suku bunga tetap, seperti yang diharapkan secara luas oleh pasar. Perbedaan narasi kali ini adalah bahwa pertumbuhan direvisi lebih rendah, sementara pengangguran dan inflasi direvisi lebih tinggi. "Secara keseluruhan hal ini membawa pandangan yang lebih memprihatinkan di AS dan sekali lagi memunculkan diskusi tentang stagflasi di AS di antara para pelaku pasar," tulis Ashmore.
Ashmore mencermati, bahwa berdasarkan proyeksi ekonomi yang dirilis setelah pertemuan FOMC , tingkat pertumbuhan jangka panjang AS tetap stabil di 1,8% namun pertumbuhan pada tahun 2025 direvisi lebih rendah, dari 2,1% pada proyeksi Desember menjadi 1,7% pada proyeksi terbaru.
Pengangguran mengalami revisi yang lebih sederhana, hanya tingkat pengangguran tahun 2025 yang direvisi lebih tinggi dari 4,3% menjadi 4,4%. Namun, inflasi untuk tahun 2025 direvisi lebih tinggi di mana inflasi PCE naik dari 2,5% menjadi 2,7%, dan PCE inti bahkan lebih tinggi dari 2,5% menjadi 2,8%.
Secara keseluruhan, menurut Ashmore, kekhawatiran utama terletak pada ketidakpastian yang timbul dari kebijakan perdagangan yang fluktuatif serta dampak signifikannya terhadap inflasi tahun ini. Namun, pejabat Fed memperkirakan pemotongan suku bunga akan terus berlanjut sepanjang tahun ini, di mana median dot plot menunjukkan dua pemotongan lagi.
Ashmore juga memyoroti pergerakan ekuitas Indonesia yang mengalami lebih banyak volatilitas pada pekan ini. Penghentian perdagangan terpaksa terjadi karena Indeks IHSG jatuh lebih dari 5% dalam satu hari, pertama kalinya sejak pandemi.
Menanggapi keresahan investor, OJK mengizinkan perusahaan untuk melakukan pembelian kembali saham tanpa harus terlebih dahulu melakukan Rapat Umum Tahunan. "Hal ini telah mengembalikan kepercayaan pasar, namun kita terus melihat arus keluar asing dari ekuitas," ungkap Ashmore.
Ashmore menilai, ketidakpastian global tetap signifikan dengan kebijakan perdagangan yang tidak pasti yang telah mendorong harga aset safe haven lebih tinggi (harga emas telah mencapai USD 3.050 per troy ounce , Kamis).
"Secara keseluruhan, kami pikir valuasi saat ini untuk ekuitas Indonesia masih sangat murah, saat ini sekitar 12,2x P/E yang tetap di bawah 1 standar deviasi dalam sepuluh tahun terakhir, dan mengalami diskon yang signifikan dibandingkan dengan saham-saham EM, dengan terdiskon paling besar sejak Maret 2009.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, Ashmore mengaku tetap optimis pada ekuitas Indonesia untuk cakrawala investasi yang lebih panjang. Selain itu, Ashmore berharap dengan penerbitan obligasi pemerintah yang masih relatif ketat untuk tahun ini, tingkat imbal hasil akan mengalami normalisasi dari level yang tinggi saat ini. "Oleh karena itu, baik." (Ashmore)

Sumber : Admin