Virus China "Mendarat" di Amerika, Saham Wall Street Berguguran
Wednesday, January 22, 2020       04:33 WIB

Ipotnews - Bursa saham Wall Street berbalik dari level rekor, Selasa, setelah Pusat Pengendalian Penyakit mengatakan seorang pelancong dari China didiagnosis dengan kasus pertama  coronavirus  Amerika Serikat di Seattle.
Dow Jones Industrial Average ditutup turun 152,06 poin, atau 0,52% menjadi 29.196,04 setelah merosot sebanyaknya 200 poin, demikian laporan   CNBC  , di New York, Selasa (21/1) atau Rabu (22/1) pagi WIB.
Sementara itu, indeks berbasis luas S&P 500 melemah 0,27% atau 8,83 poin menjadi 3.320,79, sedangkan Nasdaq Composite Index berkurang 18,14 poin atau 0,19% menjadi 9.370,81.
Saham perusahaan kasino dan hotel, Wynn Resorts serta Las Vegas Sands masing-masing anjlok lebih dari 6% dan 5%, di tengah kekhawatiran wabah  coronavirus  di China akan menekan travel internasional.
Saham maskapai penerbangan mencapai posisi terendah setelah berita tersebut. United Airlines dan Delta Air Lines keduanya jatuh lebih dari 3%. Saham Southwest dan American Airlines masing-masing menyusut 2,4% dan 4%.
Saham Boeing menambah tekanan pada bursa Wall Street, jatuh lebih dari 4% di tengah berita raksasa kedirgantaraan itu memperkirakan regulator tidak akan menandatangani izin terbang bagi jet 737 Max hingga Juni atau Juli.
Sentimen di seluruh pasar global terpukul di tengah kekhawatiran tentang virus tersebut.
Wabah  coronavirus  terbaru di China telah menewaskan empat orang dengan kasus yang dikonfirmasi melebihi 200 menjelang liburan Tahun Baru Imlek, di mana ratusan juta orang diperkirakan melakukan traveling. Senin malam, otoritas China mengkonfirmasi bahwa virus itu menular.
Krisis baru ini mengingatkan para pedagang akan kejatuhan ekonomi dari krisis Sindrom Pernafasan Akut Parah ( SARS ) yang mematikan pada periode 2003.
Pelemahan pada sesi Selasa menghentikan reli pasar. Dow menuju penurunan pertama dalam enam sesi sementara S&P 500 ditetapkan untuk menghentikan kenaikan beruntun tiga hari. Pasar AS ditutup Senin karena hari libur Martin Luther King Jr.
Namun, pasar mengambil momentum pada 2020 dari kinerja yang kuat pada tahun sebelumnya. S&P 500 melonjak lebih dari 28% pada 2019, kenaikan tahunan terbesar sejak 2013. Tahun ini, menguat sekitar 3%.
"Kita hanya sekali lagi berada dalam bauran moneter dan fiskal paling gila dalam sejarah. Sangat eksplosif. Itu menentang imajinasi," kata miliarder  hedge fund  Paul Tudor Jones, pendiri Tudor Investments, kepada   CNBC   di ajang World Economic Forum, Davos, Swiss.
Dia menambahkan, investor jangan terburu-buru untuk menjual, mencatat Nasdaq melonjak dua kali lipat dari tingkat yang sama ke puncak  dotcom bubble .
Sentimen pada sesi Selasa juga sedikit memburuk setelah Menteri Keuangan Steven Mnuchin mengatakan kepada  The Wall Street Journal  bahwa kesepakatan perdagangan fase dua antara China dan AS mungkin tidak menghapus semua tarif yang ada.
Presiden Donald Trump juga mengatakan kepada  Wall Street Journal  bahwa dia "benar-benar serius" tentang pengenaan tarif pada mobil-mobil Eropa jika kesepakatan perdagangan dengan kawasan itu tidak dapat dicapai.
Di sisi lain, Dana Moneter Internasional (IMF), Senin, menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi globalnya dari 3,4% menjadi 3,3% untuk 2020. Ekonomi AS diproyeksikan tumbuh 2,0% tahun ini, revisi berkurang 0,1 poin persentase dibandingkan proyeksi IMF pada Oktober 2019.
Tetapi John Augustine, CIO Huntington Private Bank, berpikir pasar ini dapat menghasilkan  return  lebih lanjut bagi investor.
"Kami pikir saham bisa reli untuk sementara waktu," kata Augustine. "Kita mulai melihat tanda-tanda konfirmasi di tempat lain. Bukan hanya Nasdaq dan nama-nama raksasa teknologi."
Musim laporan keuangan perusahaan berlanjut setelah bel dengan Netflix merilis angka kuartalan terbarunya. Sejauh ini, periode pelaporan mencatat awal yang baik. Lebih dari 70% perusahaan S&P 500 melaporkan kinerja kuartalan lebih baik dari perkiraan, data FactSet menunjukkan. (ef)

Sumber : Admin