Banyak Ekonomi Utama Akan Jatuh ke Resesi Dalam 12 Bulan ke Depan: Nomura
Monday, July 04, 2022       10:26 WIB

Ipotnews - Banyak ekonomi besar akan memasuki resesi selama 12 bulan ke depan di tengah pengetatan kebijakan pemerintah dan meningkatnya biaya hidup, mendorong ekonomi global ke dalam perlambatan pertumbuhan yang tersinkronisasi, menurut Nomura Holdings Inc.
Perusahaan pialang itu memperkirakann zona euro, Inggris, Jepang, Korea Selatan, Australia dan Kanada akan jatuh ke dalam resesi bersama dengan AS, Rob Subbaraman dan Si Ying Toh ekonom dari Nomura mengatakan dalam sebuah catatan penelitian.
Namun, bank sentral yang ingin memulihkan kredibilitas pengendalian inflasi mereka kemungkinan akan melakukan kesalahan di sisi pengetatan kebijakan terlalu banyak bahkan jika itu mengorbankan pertumbuhan, sebelum memangkas suku bunga pada tahun 2023, kata mereka.
"Meningkatnya tanda-tanda bahwa ekonomi dunia memasuki perlambatan pertumbuhan yang tersinkronisasi, yang berarti negara-negara tidak dapat lagi mengandalkan rebound ekspor untuk pertumbuhan, juga telah mendorong kami untuk memperkirakan beberapa resesi," tulis mereka.
Inflasi yang tinggi kemungkinan akan bertahan karena tekanan harga telah menyebar di luar komoditas ke barang-barang jasa, persewaan dan upah, kata catatan itu.
Kedalaman resesi akan bervariasi antar negara. Di AS, Nomura memperkirakan resesi yang dangkal tapi panjang dari lima kuartal mulai dari kuartal terakhir tahun ini. Di Eropa, kemerosotan bisa jauh lebih dalam jika Rusia sepenuhnya menghentikan pasokan gas ke Eropa, kata para ekonom itu.
Nomura melihat ekonomi AS dan kawasan euro berkontraksi 1% pada 2023.
Untuk ekonomi menengah, termasuk Australia, Kanada dan Korea Selatan, ada risiko resesi yang lebih dalam dari perkiraan jika kenaikan suku bunga memicu kegagalan sektor perumahan, kata mereka. Korea terlihat mengambil pukulan awal paling tajam dengan kontraksi 2,2% pada kuartal ketiga tahun ini.
Jepang diperkirakan memiliki resesi paling ringan dari kelompok itu berkat dukungan kebijakan yang sedang berlangsung dan pembukaan kembali ekonomi yang tertunda, tambah mereka.
China adalah outlier karena ekonominya pulih dengan bantuan kebijakan akomodatif, meskipun tetap berisiko penguncian baru selama Beijing tetap pada strategi nol-Covid-nya.(Bloomberg)

Sumber : admin